"Walau
hanya seminggu, Bireuen pernah menjadi ibukota Republik Indonesia yang
ketiga setelah Yogyakarta dan Bukittinggi jatuh ke tangan penjajah dalam
agresi kedua Belanda. Namun sayangnya fakta sejarah itu tidak pernah
tercatat dalam sejarah Kemerdekaan RI. Sebuah benang merah sejarah yang
terputus"
Pendopo/Meuligo Bireuen.
Sekilas,
tidak ada yang terlalu istimewa di Pendopo Bupati Kabupaten Bireuen
tersebut. Hanya sebuah bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah
adat Aceh. Namun siapa nyana, dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah
perjuangan kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan begitu saja.
Malah,di sana pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno.
Kedatangan presiden pertama RI itu ke Bireuen memang sangat fenomenal.
Waktu itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap
Yogyakarta. Dalam waktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai
Belanda. Presiden pertama Soekarno yang ketika itu berdomisili dan
mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut. Tidak ada
pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh.
Tepatnya di Bireuen,yang relatif aman. Soekarno hijrah ke Bireuen dengan
menumpang pesawat udara Dakota. Pesawat udara khusus yang dipiloti
Teuku Iskandar itu, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot
Gapu pada Juni 1948.
Kedatangan rombongan presidendi sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku
Daud Beureu’eh, atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima
Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim
ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah
Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus
PanglimaTertinggi Militer itu.
Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising
(rapat umum) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato
berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen yang
membludak lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Bireuen sangat bangga
dan berbahagia sekali dapat bertemu mukadan mendengar langsung pidato
presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah
menguasaikembali Sumatera Timur(Sumatera Utara) sekarang.
RUMPOE ILMU
Jumat, 28 September 2012
Sabtu, 18 Agustus 2012
PERANG ACEH DI KUTA GLEE BATEE ILIEK BIREUEN
Teungku Cut Sa’id yang ato prang, ato rakan kameuteuntee
Dalam kuta gle yang that meuceuhu, Yang to bak u dum meuribee
Dalam kuta gle yang that meusigak, Ateuh seulambak le that guree
Kafe dum jiplueng keudeh u laot/ Geulet di likot meuree-ree...
Itu
sepenggal syair Aceh tentang kisah Kuta Gle. Bukit itu bekas benten
pertahanan pejuang Aceh, dan selama 30 tahun mampu bertahan melawan
Belanda. Benteng itu adalah bukit yang terletak bagian hulu sungai Batee
Iliek Samalanga, perbatasan Pidie Jaya-Bireuen. Cerita tentang seorang
pahlawan pimpinan perang Kuta Gle Tgk. Cut Sa’id. Juga digambarkan
bagaimana serdadu Belanda kalah telak menghadapi ketangguhan pejuang
Aceh di Samalanga.
Samalanga ketika itu termasuk wilayah otonom yang diberi kuasa penuh oleh Sulthan Aceh kepada raja Teuku Chik Bugis, tapi dalam menjalankan pemerentahan Teuku Chik Bugis mempercayakan pada seorang tokoh wanita bernama Pocut Meuligoe. Mendengar nama kedua tokoh ini saja, Belanda keder karena keberanian mereka. Belanda sendiri ingin menguasai Samalanga karena wilayah ini sangat strategis dan maju dalam bidang perdagangan.
Ketika Van Der Heijden diangkat Pemerintah Hindia Belanda menjadi Gubernur/Panglima Perang untuk Aceh, sasaran pertamanya adalah menaklukkan Samalanga. Tahun 1876 Van Heijden menyerang Samalanga dengan mengerahkan kekuatan tiga Batalion tentara. Tiap Batalion terdiri tiga Kompi yang masing-masing kompi berjumlah 150 pasukan. Namun sekian kali mereka menyerang, tak berhasil menguasai Samalanga. Serdadu Belanda mati, termasuk seorang Letnan bernama Aj. Richello yang dipancung kepalanya oleh seorang ulama besar Haji Ahmad. Namun ulama ini juga syahid dalam agresi pertama Belanda ke Samalanga.
Pejuang Samalanga tak dapat dikalahkan, maka tahun 1877 Belanda kembali menyusun kekuatan menyerbu dengan melibatkan tiga Batalion tentara, pasukan marenir dan pasukan meriam ditambah 900 orang hukuman yang diikutkan dalam penyerangan. Setelah sebulan pertempuran, Belanda hanya bisa menguasai Blang Temulir dekat kota Samalanga. Ratusan serdadu colonial mati, dan Van Der Heijden sendiri luka berat, bahkan mata kirinya mengalami kebutaan akibat terkena peluru pasukan Aceh. Ini kemudian si Belanda Van Der Haijden disebut orang Aceh dengan nama Jendral buta siblsah.
Raja Samalanga Teuku Chik Bugis dan Pocut Meuligoe masih berkuasa penuh, meskipun Belanda sudah menguasai. Belanda tidak berani mendekati bentenguta Gle Batee Iliek. Seperti ditulis Paul Van ‘T Veer dalam bukunya De Atjeh Oorloq (Perang Aceh: 1985) mencatat, Benteng Kuta Gle Batee Iliek adaah pusat perlawanan Aceh yang sangat tangguh bagi Belanda. Dan Batee Iliek sendiri adalah sebuah “dusun kramat” dan pemukiman para ulama yang sangat fanatik dalam menentang perluasan kekuasaan Belanda.
Samalanga ketika itu termasuk wilayah otonom yang diberi kuasa penuh oleh Sulthan Aceh kepada raja Teuku Chik Bugis, tapi dalam menjalankan pemerentahan Teuku Chik Bugis mempercayakan pada seorang tokoh wanita bernama Pocut Meuligoe. Mendengar nama kedua tokoh ini saja, Belanda keder karena keberanian mereka. Belanda sendiri ingin menguasai Samalanga karena wilayah ini sangat strategis dan maju dalam bidang perdagangan.
Ketika Van Der Heijden diangkat Pemerintah Hindia Belanda menjadi Gubernur/Panglima Perang untuk Aceh, sasaran pertamanya adalah menaklukkan Samalanga. Tahun 1876 Van Heijden menyerang Samalanga dengan mengerahkan kekuatan tiga Batalion tentara. Tiap Batalion terdiri tiga Kompi yang masing-masing kompi berjumlah 150 pasukan. Namun sekian kali mereka menyerang, tak berhasil menguasai Samalanga. Serdadu Belanda mati, termasuk seorang Letnan bernama Aj. Richello yang dipancung kepalanya oleh seorang ulama besar Haji Ahmad. Namun ulama ini juga syahid dalam agresi pertama Belanda ke Samalanga.
Pejuang Samalanga tak dapat dikalahkan, maka tahun 1877 Belanda kembali menyusun kekuatan menyerbu dengan melibatkan tiga Batalion tentara, pasukan marenir dan pasukan meriam ditambah 900 orang hukuman yang diikutkan dalam penyerangan. Setelah sebulan pertempuran, Belanda hanya bisa menguasai Blang Temulir dekat kota Samalanga. Ratusan serdadu colonial mati, dan Van Der Heijden sendiri luka berat, bahkan mata kirinya mengalami kebutaan akibat terkena peluru pasukan Aceh. Ini kemudian si Belanda Van Der Haijden disebut orang Aceh dengan nama Jendral buta siblsah.
Raja Samalanga Teuku Chik Bugis dan Pocut Meuligoe masih berkuasa penuh, meskipun Belanda sudah menguasai. Belanda tidak berani mendekati bentenguta Gle Batee Iliek. Seperti ditulis Paul Van ‘T Veer dalam bukunya De Atjeh Oorloq (Perang Aceh: 1985) mencatat, Benteng Kuta Gle Batee Iliek adaah pusat perlawanan Aceh yang sangat tangguh bagi Belanda. Dan Batee Iliek sendiri adalah sebuah “dusun kramat” dan pemukiman para ulama yang sangat fanatik dalam menentang perluasan kekuasaan Belanda.
Satu
ketika setelah tiga tahun Samalanga sepi dari peperangan, taba-tiba
tanggal 30 Juni 1880, Letna Van Woortman dengan 65 orang pasukannya
mencoba menyusup ke Bneteng Kuta Gle Batee Iliek. Namun sampai di Cot
Meureak (kira-kita sekitar 2 Km ke arah Utara Betee Iliek) ke 65 pasukan
Belanda itu di hadang oleh gerilia pasukan Aceh.
Dalam insiden itu banyak serdadu Belanda mati dan terluka parah. Peristiwa ini segera disampaikan ke Banda Aceh sehingga. Gubernur Van Der Heijden berang karena serdadunya kalah. Maka tanggl 13 Juli 1880, Van Der Heijden kembali mengirimkan ekspedisinya secara besar-besaran ke Samalanga untuk menyerang Banteng Kuta Gle Betee Iliek.
Ekpedisi ini Belanda mengerahkan satu kompi Belanda, 1 kompi Inlander dari Batalion 14 dan 1 kompi Ambon dari Batalion 3, serta 1 kompi garnizun dari Batalion campuran, juga dilengkapi 32 perwira dengan 1200 bawahannya diberangkatkan ke Samalanga. Dalam ekspedisi ini juga turut serta Panglima Tibang, bekas pembesar Sultan yang menyeleweng dengan Teuku Nyak Lehman sebagai juru bahasa dan penunjuk jalan bagi Belanda.
Dalam insiden itu banyak serdadu Belanda mati dan terluka parah. Peristiwa ini segera disampaikan ke Banda Aceh sehingga. Gubernur Van Der Heijden berang karena serdadunya kalah. Maka tanggl 13 Juli 1880, Van Der Heijden kembali mengirimkan ekspedisinya secara besar-besaran ke Samalanga untuk menyerang Banteng Kuta Gle Betee Iliek.
Ekpedisi ini Belanda mengerahkan satu kompi Belanda, 1 kompi Inlander dari Batalion 14 dan 1 kompi Ambon dari Batalion 3, serta 1 kompi garnizun dari Batalion campuran, juga dilengkapi 32 perwira dengan 1200 bawahannya diberangkatkan ke Samalanga. Dalam ekspedisi ini juga turut serta Panglima Tibang, bekas pembesar Sultan yang menyeleweng dengan Teuku Nyak Lehman sebagai juru bahasa dan penunjuk jalan bagi Belanda.
Beberapa
kali Belanda melakukan serbuan menaklukkan Kuta Gle Batee Iliek tidak
berhasil. Belanda terpaksa memundurkan pasukannya ke Cot Meurak. Di sini
sambil mereka istirahat dan menyusun strategi penyerangan kedua ke Kuta
Gle, Belanda juga harus menguburkan mayat-mayat serdadu mereka.
Tepatnya tanggal 17 Juli 1880, Belanda kembali menyerang Kuta Gle. Dalam
serbuan kedua ini rupanya Teuku Chik Bugis (raja Samalanga) minta
disertakan bersama dalam pasukan Belanda, dengan tujuan untuk
menyesatkan arah pasukan Belanda hingga terjebak dengan pasukan Aceh
dalam jumlah yang sangat besar.
Strategi Teuku Chik Bugis lagi-lagi mebuat serangan Belanda ke Kuta Gle Batee Iliek menjadi konyol. Belanda harus buru-buru mundur dan banyak sekali tentaranya yang tewas akibat dikibuli Teuku Chik Bugis. Hari itu juga Chik Bugis ditangkap olen Belanda dan dibawa ke Banda Aceh. Namun begitu, benteng Kuta Gle Batee Iliek tetap berdiri kokoh dengan kekuatan pasukan Aceh yang sangat ditakuti Belanda.
Benteng Kuta Gle Batee Iliek, tak pernah direbut. Itu sebabnya Paul Van ‘T Veer mencatat dalam bukunya “Perang Aceh” bahwa Batee Iliek adalah sebuah kampung kramat yang sangat sulit dihadapi oleh Belanda. Bidikan tembakan-tembakan marsose, ditangkis hebat para ahli Alquran (yang dimaksudkan Van ‘T Veer para ahli Al-Quran adalah para ulama pejuang Aceh) yang sangat lancar membuat serangan perang terhadap Belanda-selancar mereka membaca ayat-ayat Alquran, tulis Van ‘T Veer.
Strategi Teuku Chik Bugis lagi-lagi mebuat serangan Belanda ke Kuta Gle Batee Iliek menjadi konyol. Belanda harus buru-buru mundur dan banyak sekali tentaranya yang tewas akibat dikibuli Teuku Chik Bugis. Hari itu juga Chik Bugis ditangkap olen Belanda dan dibawa ke Banda Aceh. Namun begitu, benteng Kuta Gle Batee Iliek tetap berdiri kokoh dengan kekuatan pasukan Aceh yang sangat ditakuti Belanda.
Benteng Kuta Gle Batee Iliek, tak pernah direbut. Itu sebabnya Paul Van ‘T Veer mencatat dalam bukunya “Perang Aceh” bahwa Batee Iliek adalah sebuah kampung kramat yang sangat sulit dihadapi oleh Belanda. Bidikan tembakan-tembakan marsose, ditangkis hebat para ahli Alquran (yang dimaksudkan Van ‘T Veer para ahli Al-Quran adalah para ulama pejuang Aceh) yang sangat lancar membuat serangan perang terhadap Belanda-selancar mereka membaca ayat-ayat Alquran, tulis Van ‘T Veer.
Setelah
30 tahun lebih Benteng Kuta Gle Batee Iliek bertahan dari
serangan-serangan besar Belanda, pada tahun 1901 Jenderal Van Heutsz
kembali memimpin ekspedisi barunya ke Batee Iliek. Sehari sebelum
penyerangan Van Heutsz ke Batee Iliek ini, Van Heutsz lebih dulu
merayakan Ultah ke 50 (tanggal 3 Februari 1901).
Untuk membakar semangat perang bagi serdadu Belanda, Van Heutsz, seorang tokoh legendaries perang Belanda Izaak Thenu sengaja mengubah sebuah syair khusus untuk perang Samalanga. Bunyinya: mari sobat, mari saudara Pergi perang di Samalanga, Mari kumpul bersuara Lalu menyanyi bersama-sama.
Untuk membakar semangat perang bagi serdadu Belanda, Van Heutsz, seorang tokoh legendaries perang Belanda Izaak Thenu sengaja mengubah sebuah syair khusus untuk perang Samalanga. Bunyinya: mari sobat, mari saudara Pergi perang di Samalanga, Mari kumpul bersuara Lalu menyanyi bersama-sama.
(Divisi Pemberitaan Adelcom NGO).
SEJARAH BIREUEN (KOTA JUANG) DAN JULI
Asal Muasal Sebutan Bireuen
Sebagai Kota Juang.
Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Disini kita secara jelas dapat melihat bahwa Pemerintah Republic Indonesia sudah berusaha menghapus sejarah kemerdekaan Republik ini, padahal jasa Aceh untuk kemerdikaan RI merupakan titik penentu, padahal tanpa Aceh, RI harus menghapus sejarahnya terhadap Proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Perlu saudara ketahui, kejadian ini tidak pernah ada dalam catatan/tersurat dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, padahal jika Pemerintah Indonesia menyadari bahwa tanpa adanya perjuangan bangsa Aceh maka catatan Proklamasi kemerdekaan Rebublik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak pernah bermakna.
Memang diakui atau tidak, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Perjalanan sejarah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh dipusatkan di Bireuen.Di bawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef berkedudukan di Bireuen. Pendopo Bupati Bireuen sekarang adalah sebagai kantor DivisiX dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai “Kota Juang”.
Kemiliteran Aceh yang sebelumnya di Kutaradja, kemudian dipusatkan di Juli Keude Dua (Sekitar tiga kilometer jaraknya sebelah selatan Bireuen-red) di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel HusseinJoesoef, yang membawahi Komandemen Sumatera, Langkat danTanah Karo. Dipilihnya Bireuen sebagaipusat kemiliteran Aceh, lantaran letaknya yang sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.
Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatera yang bermarkas di Juli Keudee Dua, Bireuen, itu silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank dibawah pimpinan Letnan Yusuf Ahmad, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Letnan Yusuf Tank. Sekarang dia sudah Purnawirawan dan bertempat tinggal di Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Menurut Yusuf Tank, waktu itu pasukan Divisi X mempunyai puluhan unit mobil tank. Peralatan perang itu merupakan hasil rampasan tank tentara Jepang yang bermarkas di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen.
Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area pada masa agresi Belanda pertama dan kedua tahun 1947-1948. Juli Keude Dua juga memiliki nilai historis kemiliteran penting dalam mempertahakan Republik. Terutama di zaman Revolusi 1945. Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht), yakni untuk mendidik perwira-perwira yang tangguh di pusatkan di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen, Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht) di Keude dua Juli inilah sebagai cikal bakal AKABRI sekarang.
Sebagai Kota Juang.
Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Disini kita secara jelas dapat melihat bahwa Pemerintah Republic Indonesia sudah berusaha menghapus sejarah kemerdekaan Republik ini, padahal jasa Aceh untuk kemerdikaan RI merupakan titik penentu, padahal tanpa Aceh, RI harus menghapus sejarahnya terhadap Proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Perlu saudara ketahui, kejadian ini tidak pernah ada dalam catatan/tersurat dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, padahal jika Pemerintah Indonesia menyadari bahwa tanpa adanya perjuangan bangsa Aceh maka catatan Proklamasi kemerdekaan Rebublik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak pernah bermakna.
Memang diakui atau tidak, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Perjalanan sejarah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh dipusatkan di Bireuen.Di bawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef berkedudukan di Bireuen. Pendopo Bupati Bireuen sekarang adalah sebagai kantor DivisiX dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai “Kota Juang”.
Kemiliteran Aceh yang sebelumnya di Kutaradja, kemudian dipusatkan di Juli Keude Dua (Sekitar tiga kilometer jaraknya sebelah selatan Bireuen-red) di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel HusseinJoesoef, yang membawahi Komandemen Sumatera, Langkat danTanah Karo. Dipilihnya Bireuen sebagaipusat kemiliteran Aceh, lantaran letaknya yang sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.
Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatera yang bermarkas di Juli Keudee Dua, Bireuen, itu silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank dibawah pimpinan Letnan Yusuf Ahmad, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Letnan Yusuf Tank. Sekarang dia sudah Purnawirawan dan bertempat tinggal di Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Menurut Yusuf Tank, waktu itu pasukan Divisi X mempunyai puluhan unit mobil tank. Peralatan perang itu merupakan hasil rampasan tank tentara Jepang yang bermarkas di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen.
Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area pada masa agresi Belanda pertama dan kedua tahun 1947-1948. Juli Keude Dua juga memiliki nilai historis kemiliteran penting dalam mempertahakan Republik. Terutama di zaman Revolusi 1945. Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht), yakni untuk mendidik perwira-perwira yang tangguh di pusatkan di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen, Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht) di Keude dua Juli inilah sebagai cikal bakal AKABRI sekarang.
Minggu, 01 April 2012
Apa itu AHP (Analytic Hierarchy Process) ?
AHP ini merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk membuat
keputusan dengan berbagai kriteria dan menyusunnya menjadi sebuah
hirarki. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan masalah komplek yang
tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta
menata variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Kemudian tingkat
kepentingan tingkat variabel diberi nilai numerik secara subjektif
tentang arti pentingnya secara relatif dibandingkan dengan variabel
lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa
untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan
untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Langkah-langkah dalam menggunakan AHP adalah sebagai berikut:
- Memecah masalah menjadi kriteria dan sub kriteria.
- Memberi bobot pada setiap kriteria
- Membandingkan semua alternatif yang ada berdasarkan kriteria
- Memilih alternatif yang paling tepat
Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk Memilih Cewek
Keputusan akan menjadi sulit ketika ada banyak kriteria pilihan dan tiap-tiap kriteria memiliki bobot yang berbeda. Udah gitu, kita masih dibingungkan dengan memilih satu yang terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Agar content tidak terasa garing, mari kita bahas bagaimana Parjono memilih cewek?
Parjono adalah pemuda desa yg culun
namun cerdas, sehingga bisa masuk ITB. Setelah mendapat Mata Kuliah
Sistem Pendukung Keputusan (SPK), dia mempunyai strategi dalam memilih
cewek.
Ada 3 kriteria cewek pilihannya
- Cantik : Parjono menilai kecantikan adalah modal utama, yang diliat dari wajah, kulit, serta body yg ehmmm.
- Humoris: Enak diajak bercanda, ngobrol juga nyambung.
- Cerdas : Parjono cukup ngeliat IQ-nya
1. Cantik 2x lebih penting daripada Humoris.
2. Humoris 3x lebih penting daripada Cerdas.3. Cantik 4x lebih penting daripada Cerdas.
Oh ya Parjono nampaknya agak bimbang
(ga konsisten nih) dalam memberikan bobot pada no.3, seharusnya Cantik
6x lebih penting daripada cerdas berdasarkan kelipatan bobot no.1 &
2, tetapi gpp, justru inilah kelebihan Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
untuk kriteria majemuk dengan metode AHP. AHP mampu membandingkan tiap
pasang kriteria, meski bobotnya tidak konsisten.
Dari bobot yang sudah ditentukan, terbentuklah sebuah pairwise comparation matrix
(PCM) atau matrik perbandingan berpasangan untuk tiap-tiap kriteria.
Cara membacanya dimulai dari baris lalu dibandingkan dengan kolom,
perhatikan warna lingkaran pada matrix.
- Merah, baris cantik dibanding kolom humoris = 2/1.
- Hitam, baris Humoris dibanding kolom Cerdas = 3/1.
- Biru, baris Cantik dibanding kolom cerdas = 4/1.
- Hijau, (kebalikan statemen ke-1), baris humoris dibanding kolom cantik = 1/2
Dari bentuk matrix tsb dikonversi ke
pecahan (tidak harus, ini hanya untuk memudahkan), lalu dihitung eigen
vektor-nya agar diperoleh aggregasi prioritas (urutan) dan bobot
kepentingan tiap kriteria. Perhitungan konversi dari pairwise comparation matrix (PCM) menjadi Eigen Vektor akan dibahas tersendiri.
Kemudian Parjono mereview stok cewek-cewek yang sudah dia lakukan PDKT, yaitu: Fatima, Ningsih, Titin dan Veronika.
Kecantikan:
Fatima, meski namanya jadul, dia
cantik, mirip Rianti Catwright. Fatima 2x lebih cantik dari Ningsih, 5x
lebih cantik dari Rika, namun kalo diliat-liat dengan Veronika, kok
sama ya!?. Ningsih lebih cantik 3x dari Rika, dan secara mengejutkan
Parjono menilai Ningsih yang mirip Bunga Zaenal dan lebih manis
sehingga nilainya 2x lebih cantik dibanding Veronika. Terakhir Rika
yang paling pas-pasan kecantikannya hanya 1/4-nya Veronika.
Dari penilaian tersebut, maka terbentuk pairwise comparation matrix (PCM) kecantikan 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.
Ok, jangan bosan ya? Sudah mo selesai
kok, lalu dinilai dari aspek komunikasinya, seberapa nyaman and gaul
mereka kalo diajak ngobrol?
Humoris:
Fatima anak rumahan dan pendiam, 1/4
humorisnya dibanding Ningsih yang aktif di unit kegiatan mahasiswa, 1/6
humorisnya dibanding Veronika yg kuliah di jurusan SBM (Sekolah Bisnis
Manajemen) ITB yg isinya anak-anak gaul n borju, tetapi fatima 4x
lebih humoris dibanding Rika. Rika pemurung.
Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.
Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.
Dari penilaian tersebut, maka
terbentuk PCM humoris 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat
prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.
Bagaimana dengan kecerdasan? Parjono ga mau ribet, dia cek IQ tiap calon, langsung memperoleh prioritas serta bobot (seperti hasil eigen vektor) ada bentuk PCM.
Nilai IQ yang didapat lalu di total keseluruhan = 452, lalu membagi IQ tiap-tiap calon dengan 452, maka didapat bobot seperti Eigen Vector untuk Kecerdasan.
Ok, ketika semuanya didapat, maka
terbentuklah hirarki seperti gambar di atas, sehingga langkah terakhir
yang harus Parjono lakukan adalah menghitung prioritas serta bobotnya tiap-tiap calon secara ilmiah dan lebih presisi, bukan berdasarkan intuisi semata, namanya juga calon Insinyur. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai = (bobot_cantik * nilai_calon_unt_kriteria_cantik) +
(bobot_humoris * nilai_calon_untuk_kriteria_humoris) +
(bobot_cerdas * nilai_calon_untuk_kriteria_cerdas)
Fatima = (0,3196 * 0,1160)+ (0,5584 * 0,3790) + (0,1220 * 0,3110) = 0,3060
Ningsih = (0,3196 * 0,2470)+ (0,5584 * 0,2900) + (0,1220 * 0,2390) = 0,2720
Rika = (0,3196 * 0,0600)+ (0,5584 * 0,0740) + (0,1220 * 0,2120) = 0,0940
Veronika = (0,3196 * 0,5570)+ (0,5584 * 0,2570) + (0,1220 * 0,2480) = 0,3280
Dari perhitungan diperoleh hasil bahwa Veronika
memiliki nilai tertinggi untuk agregasi /gabungan dari unsur
kecantikan, humoris serta kecerdasan dengan score 0,3280 diikuti Fatima,
Ningsih dan terakhir Rika. Akhirnya si Parjon memutuskan untuk memilih
Veronika.
Lalu temannya nanya, "Piye Jon, hasile ??"
"Apa..?????! Tiga-tiganya nolak...?"
Flashback again
AHP merupakan sistem pendukung keputusan untuk kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an dan sejak itu mengalami beberapa revisi maupun pengembangan.
Tujuan dibuatnya AHP di antaranya:
- Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang komplek atau tidak terstruktur.
- Mengatasi keputusan yang terdapat unsur rasionalitas dan intuisi sehingga dapat dikuantifikasi/dihitung.
- Dapat memilih yang terbaik dari banyak alternatif dari banyak kriteria dan sub-kriteria.
AHP biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di berbagai bidang antara lain:
- Bisnis dan Ekonomi : Keputusan di bidang investasi usaha.
- Marketing : Keputusan strategi pemasaran produk berdasarkan segment pasar tertentu.
- Industri : Keputusan untuk memilih mesin produksi.
- Government : Kebijakan jangka panjang pembangunan.
- Pendidikan : Kebijakan program pendidikan yang akan diterapkan.
- Dan masih banyak yang lain.
Sepengetahuan penulis, AHP banyak
dijadikan metode/tool bagi mahasiswa untuk menyelesaikan TA/Skripsi
maupun Thesis dengan mengkombinasikannya dengan metode lain. Beberapa
jurusan perkuliahan yang menggunakan ini adalah jurusan Ekonomi, Bisnis
dan Manajemen, Matematika MIPA atau Terapan, Teknik Industri, Sistem
Informasi serta Teknik informatika.
Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.
Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.
Pada kesempatan yang akan
datang, penulis akan membuka kursus penjelasan teori lengkap dan teknis
pembuatan software AHP sebagai Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan VB.Net/Java. Terima Kasih
Copy Paste dari : http://dtugasalgoritma.blogspot.com/2010/12/analytic-hierarchy-process-ahp.html
konsep metode AHP
Thomas L. Saaty pertama kali mengembangkan metode analytical hierarchy process (AHP)
pada tahun 1980. Analisis ini ditujukan untuk membuat model
permasalahan yang tidak terstruktur dan biasanya diterapkan bagi
masalah-masalah terukur ataupun yang memerlukan penilaian (judgement). Beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam AHP adalah:
C. URAIAN PRIORITAS (SYNTHESIS OF PRIORITY)
D. KONSISTENSI LOGIS (LOGICAL CONSISTENCY)
A. DEKOMPOSISI
Memecah
persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya hingga tidak mungkin
dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga kemudian didapat tingkatan
dari persoalan tadi (hirarki).
Contoh
hirarki dapat kita lihat dalam pengambilan beberapa alternatif
keputusan, kita akan memulai dari tingkat dasar dengan menderetkan
semua alternatif yang ada secara hirarki. Kemudian tingkat berikutnya
terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tadi.
Sedangkan yang terakhir pada tingkat puncak hirarki adalah fokus pada
satu elemen saja secara menyeluruh.
B. PENILAIAN KOMPARATIF (COMPARATIVE JUDGEMENT)
Prinsip
kedua ini berarti dengan membuat penilaian tentang kepentingan
relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan
tingkat di atasnya. Hasil penilaian ini lazim disajikan dalam bentuk
perbandingan pairwise (pairwise comparison).
Pairwise comparison diimplementasikan dengan dua tahap:
1. Menentukan secara kualitatif kriteria mana yang lebih penting – misalnya mengurutkan ranking/peringkat.
2. Menggunakan masing-masing kriteria dengan bobot kuantitatif seperti peringkat yang memuaskan.
Proses
pembanding dapat dikemukakan dengan penyusunan skala variabel. Dalam
penyusunan skala kepentingan ini digunakan patokan table berikut ini.
Tabel 1. Skala Dasar
Tingkat Kepentingan
|
Definisi
|
1
3
5
7
9
2, 4, 6, 8
Reciprocal
|
· Sama pentingnya dengan yang lain.
· Moderat pentingnya dibanding yang lain.
Kuat pentingnya disbanding dengan yang lain.
· Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain.
· Ekstrim pentingnya disbanding yang lain.
· Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan.
· Jika
elemen i memiliki salah satu angka di atas dibandingkan elemen j,
maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen
i.
|
Sumber: Saaty (1980)
Dua elemen yang sama penting akan
menghasilkan angka 1, sedangkan pada dua elemen akan berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 2 kali lebih penting daripada
elemen j, maka elemen j akan dinilai sebaliknya daripada elemen i,
yaitu ½.
Jika terdapat 10 elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran 10 x 10. Jadi jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.
Contoh perbandingan mutu produk dengan matriks pairwise comparison dengan ukuran n x n (ditunjukkan dengan indikator vertikal dan horizontal).
Sedangkan banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks adalah n (n-1)/2, karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen diagonal sama dengan 1.
C. URAIAN PRIORITAS (SYNTHESIS OF PRIORITY)
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen-vektornya untuk mendapatkan local priority. Kumpulan dari masing-masing local priority kemudian akan menghasilkan global priority.
Tabel 2. Local priority
Fokus
|
I
|
G
|
E
|
Prioritas
| |
Inflasi (I)
|
1
|
½
|
¼
|
0,14
| Local priority |
Pertumbuhan (G)
|
2
|
1
|
½
|
0,29
| Local priority |
Kesempatan kerja (E)
|
4
|
2
|
1
|
0,57
| Local priority |
D. KONSISTENSI LOGIS (LOGICAL CONSISTENCY)
Maksudnya adalah bahwa proses yang dilakukan harus konsisten. Berikut ini contoh konsistensi logis pada AHP:
1.
Objek-objek serupa dikelompokkan dalam himpunan seragam
Objek-objek serupa dikelompokkan dalam himpunan seragam
1.Â
 Misalnya kategori â€Å“bulatâ€� adalah untuk bola dan kelereng, jika
kategorinya adalah â€Å“rasaâ€�, maka yang masuk adalah manis, asin,
ataupun pahit.
2. Â Tingkat hubungan antara objek-objek berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya pada tingkat hubungan reciprocal ataupun tingkatan hubungan.
Langkah-Langkah Penggunaan AHP
1. – Identifikasi sistem
2. – Penyusunan hirarki
3. – Penyusunan matriks gabungan
4. – Pengolahan vertical
5. – Penghitungan vektor prioritas.
Sumber:
Maarif, M.S, Tanjung, H. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.
Copy Paste dari :
http://213.134.46.67/asociaciones/Main;jsessionid=9D4F35DE89CBA6D350EE9127B907E281?ISUM_ID=Content&ISUM_SCR=linkServiceScr&ISUM_CIPH=IGBbthdM6ZLYWeBz6r%2Bi7qXBo89i8z07jifxubuyCUYYLXhauzJZcL4DrRTDb%2F6OyKLrDNYyJKnN%0AmHwhr4TPH1ciAvshcX9O&ISUM_ps408=1
APLIKASI AHP UNTUK SELEKSI TENAGA AKADEMIK
Arman Hakim Nasution
ABSTRAKSI
Tulisan ini mendiskusikan aplikasi AHP untuk seleksi tenaga akademik di
Jurusan Teknik Industri ITS Seleksi tenaga akademik merupakan problem keputusan
tidak terstruktur yang melibatkan multi atribut berupa kriteria-kriteria yang ditentukan berdasarkan analisis
pekerjaan yang akan dihadapi oleh tenaga akademik tersebut. Dengan menentukan
kriteria-kriteria yang tepat maka diharapkan hasil seleksi tersebut dapat
mendukung pengembangan karir institusi
pendidikan tersebut. Output yang dihasilkan oleh model ini adalah rangking
pelamar yang terpilih sebagai calon tenaga akademik. Meskipun demikian, model
ini hanya membantu pengambilan keputusan. Keputusan akhir tetap akan ditentukan
oleh pengguna berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.
1. PENDAHULUAN
Dunia
pendidikan memegang peranan yang semakin penting dalam era globalisasi dan
pasar bebas yang akan dihadapi Indonesia beberapa tahun mendatang. Pada saatnya
nanti, lulusan pendidikan tinggi kita akan bersaing dengan lulusan dari negara
lain dalam memperebutkan kesempatan kerja di Indonesia dan sebaliknya. Suatu
masalah besar akan terjadi bila lulusan negara lain dapat memenangkan
persaingan di Indonesia, sedangkan lulusan dari dalam negeri tidak mempunyai
kemampuan bersaing baik untuk kesempatan kerja didalam negeri sekalipun.
Kondisi yang akan dihadapi
dimasa datang tersebut sangat perlu diantisipasi oleh dunia perguruan tinggi
pada umumnya, dan Jurusan teknik Industri ITS pada khususnya. Salah satu cara
antisipasi tersebut adalah dengan melakukan manajemen sumber daya pengajar
(dosen) sebagai salah satu unsur terpenting dalam sistem pendidikan. Manajemen
sumber daya dosen dapat dikelompokkan menjadi empat kegiatan utama, yaitu perencanaan seleksi
dosen baru, penilaian selama masa percobaan, perencanaan pengembangan, dan
promosi jabatannya.
Keempat kegiatan tersebut
perlu dilakukan secara simultan dan berkesinambungan agar dapat diperoleh
manfaat bersama untuk dua sisi, yaitu para dosen sebagai pribadi dan lembaga
pendidikan tinggi sebagai suatu sistem pendidikan. Sebagai pribadi,
kegiatan-kegiatan tersebut akan memacu para dosen dalam meningkatkan
profesionalismenya sebagai tenaga akademik (peningkatan golongan dan jabatan
akademik). Efek dari profesionalisme tersebut akan berimbas pada peningkatan
status akreditasi Jurusan Teknik Industri - ITS
baik secara nasional maupun internasional.
Gupta,
V.P dan Janakiram, Nanduri (1994 ) menyatakan peran penting dari disiplin Teknik
Industri dalam perencanaan SDM untuk mengantisipasi perubahan yang cepat dari
teknologi dan sistem kerja. Teknik Industri menjadi prasyarat bagi SDM untuk
mendisain sistem kerja yang menjadi dasar bagi bergeraknya SDM.
Miie,
Joshi M.N (1993) menekankan pentingnya pemikiran progresif dalam memenuhi
kebutuhan SDM untuk mengantisipasi persaingan tingkat dunia. Persaingan tingkat
dunia harus dilakukan dengan modernisasi teknik-teknik penggunaan material,
modernisasi mesin dan sistem produksi, dan juga modernisasi MSDM secara
bersama-sama. Pendekatan dalam modernisasi MSDM yang ditawarkan adalah
perencanaan seleksi, penilaian, perencanaan karir/pengembangan, dan promosi.
Mohanty,
R.P dan Deshmukh, S.G (1996) mendiskusikan aplikasi dari AHP dalam mengevaluasi
tenaga kerja. Evaluasi tenaga kerja merupakan problem keputusan yang bersifat
tidak terstruktur dan melibatkan multi atribut dari perbedaan level dalam
organisasi dan perbedaan sumber lingkungan pergaulan organisasi. Kesemua multi
atribut tersebut dicoba untuk diakomodasi dengan menerapkan AHP model untuk
memberikan masukan bagi pihak manajemen untuk menghasilkan keputusan evaluasi
yang tepat.
2. EVALUASI PROSES SELEKSI DENGAN ANALISA KUALITATIP
Proses
keputusan seleksi dalam kenyataannya melibatkan beberapa kriteria bersifat
kualitatip yang ditentukan oleh pengambil keputusan. Seringkali evaluasi dari
proses keputusan-keputusan tersebut diatas merupakan problem yang tidak
terstruktur. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
·
Kurangnya informasi yang lengkap
mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja pada suatu lingkungan yang
bersifat dinamis dan tidak pasti
·
Sedikitnya ketersediaan data
kuantitatif yang disebabkan karena sistem tersebut masih dalam tahap
perkembangan dan pembelajaran.
·
Adanya multi atribut yang
terlibat dalam keputusan evaluasi, dimana seringkali saling konflik dan
kadang-kadang saling melengkapi. Yang lebih menyulitkan, atribut yang demikian
tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan unit pengukuran yang umum dan
beberapa atribut merefleksikan aspek-aspek psikologis seperti
pertimbangan-pertimbangan kualitatif.
Melihat
semua alasan tersebut, problem dalam seleksi, penilaian seringkali didasarkan
secara subjektif dan adokrasi dari pengambil keputusan. Simon, H.A. (1960) menyatakan dalam bukunya “New Science Of Management
Decision” bahwa seringkali pengambil keputusan menggunakan prinsip “bounded rationality” untuk sepragmatis mungkin dalam mencapai
tujuan organisasi pada kondisi terbatasnya informasi yang dibutuhkan.
Suatu
penggunaan metode MCDM akan dicoba untuk diterapkan khususnya untuk proses
seleksi. Hal ini disebabkan karena proses seleksi merupakan suatu bentuk
evaluasi awal yang harus seobjektif mungkin dan memberikan manfaat dengan
mengakomodasi multi atribut untuk tujuan organisasi. Dengan kata lain, proses
seleksi ini, yang diikuti oleh penilaian personel selama masa uji coba,
pengembangan personel dan perencanaan karir
harus memberikan manfaat dengan menempatkan orang yang tepat , pada
tempat yang tepat, pada pekerjaan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan
biaya yang tepat.
3. MODEL
KEPUTUSAN BANYAK KRITERIA (MCDM)
Problem
MCDM mempunyai beberapa elemen khusus sebagai berikut :
·
Pernyataan dari problem
·
Suatu set dari alternatif yang
layak
·
Suatu set kriteria
·
Suatu skala estimasi
·
Suatu pemetaan dari alternatif
fisibel dengan skala estimasinya
·
Sistem preferensi dari pengambil
keputusan
·
Aturan keputusan
Problem–problem
dasar yang muncul dalam penyusunan model tersebut disebabkan oleh sulitnya
mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam banyak kasus, karakteristik
kriteria dari alternatif juga tidak lengkap ataupun tidak diketahui, beberapa
atau seluruh skala-skala kriteria belum dibentuk, estimasi-estimasi dalam
ukuran skala kriteria belum diperoleh untuk seluruh alternatif, dan aturan
keputusan belum dibentuk untuk memperoleh
urutan-urutan keputusan yang diperlukan. Kesemuanya ini menjadikan
formulasi model MCDM merupakan suatu prosedur
yang bersifat kompleks, dan ketepatan modelnya harus dinilai dalam konteks
aplikasi praktis untuk situasi tersebut.
Dalam
sudut pandang tersebut, maka Saaty, Thomas (1968) mengembangkan metode AHP yang
memungkinkan pengambil keputusan menyatakan interaksi multi faktor dalam
situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. Proses dalam metode ini
mengharuskan pengambil keputusan untuk mengembangkan struktur hirarki
(berjenjang untuk faktor-faktor yang secara eksplisit diberikan pada problem
yang diberikan dan menentukan keputusan tentang kepentingan relatif dari
masing-masing faktor terhadap faktor lainnya, dimana hasil akhirnya adalah
untuk menentukan preferensi dari masing-masing alternatif keputusan. AHP akan
menghasilkan urutan ranking prioritas yang mengindikasikan keseluruhan
preferensi untuk masing-masing alternatif keputusan. Keunggulan AHP
dibandingkan metode MCDM lain (misal : Keputusan Multi Objektif) adalah bahwa
AHP didesain untuk memasukkan faktor-faktor tangiabel sebagaimana faktor-faktor
non-tangiabel, khususnya pada kondisi dimana pendapat subjektif dari individu-individu
yang berbeda merupakan bagian penting dari proses keputusan. Ketika membentuk
hirarki, pengambil keputusan perlu memasukkan detail-detail faktor dan atribut
yang relevan dalam menyatakan problem selengkap mungkin
4. PROSES HIERARKI ANALITIS (AHP)
Pendekatan
umum AHP adalah mendekomposisi seluruh masalah menjadi sub masalah yang lebih
kecil sehingga masing – masing sub masalah tersebut dapat dianalisa dan
diselesaikan secara tepat berdasarkan data dan informasi yang praktis. Tujuan
dari pendekomposisian seluruh masalah menjadi beberapa tingkatan adalah untuk
mencari perbandingan berpasangan seluruh elemen yang berhubungan. Proses
penyelesaian secara AHP terdiri dari tiga tahapan :
1. Penentuan derajat
kepentingan masing – masing atribut
2. Penentuan derajat
kepentingan dari masing-masing alternatif dalam hubungannya dengan masing –
masing atribut
3. Penentuan prioritas bobot
keseluruhan untuk masing – masing alternatif
Langkah manual dari model AHP dijelaskan pada
Lampiran.
5. ILUSTRASI
Untuk menggambarkan
mekanisme kerja model AHP, anggaplah ada satu masalah sederhana dari evaluasi
seleksi yang melibatkan tiga kandidat (A, B, dan C) yang akan dievaluasi dalam
beberapa kriteria. Gambar 1 menunjukkan skema format dari contoh problem
hirarki, dimana pada level pertama merupakan keseluruhan tujuan untuk menilai
kandidat terbaik yang ada. Level kedua menunjukkan beberapa kriteria seperti
kemampuan, pengetahuan, motivasi, dan kepribadian yang akan menentukan hasil
dari tujuan keseluruhan pada level pertama. Level ketiga menunjukkan bahwa kita
mempunyai sub kriteria untuk masing – masing kriteria pada l pada level kedua,
yaitu : intelegensi, riset, dan eksplanasi untuk kemampuan, dan bidang utama
serta bidang penunjang untuk kriteria pengetahuan. Level keempat menunjukkan
bahwa kita mempunyai tiga alternatif kandidat (A, B, C) yang perlu dievaluasi
seleksinya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Gambar 1 menunjukkan
struktur model AHP yang meliputi tujuan dan kriteria – kriteria yang digunakan
untuk evaluasi seleksi
Gambar 1. Struktur Hirarki
AHP Model Seleksi Tenaga Akademik.
Tabel 1 memberikan suatu perbandingan berpasangan
dari masing – masing atribut dengan menggunakan prosedur yang dijelaskan pada
Lampiran. Terlihat disini, bahwa Kemampuan merupakan atribut terpenting
(prioritas = 0,582), diikuti oleh
Pengetahuan (prioritas = 0,279). Tabel 2 – 4 menunjukkan hasil
perbandingan berpasangan dari para kandidat (A, B, C) untuk masing – masing
atribut. Secara manual, model AHP ini dihitung sebagai berikut :
Tabel 1. Matriks
Perbandingan Berpasangan pada Level I (Pengetahuan)
|
KD
|
P
|
Mo
|
KP
|
Bobot Normalisasi
|
KD
|
1
|
3
|
7
|
8
|
0.582
|
P
|
1/3
|
1
|
5
|
5
|
0.279
|
Mo
|
1/7
|
1/5
|
1
|
3
|
0.090
|
KP
|
1/8
|
1/5
|
1/3
|
1
|
0.050
|
Total
|
1.6
|
4.4
|
13.3
|
17
|
|
Eigen Value : lmax = 1.6 ( 0.582) + 4.4
(0.279) + 13.3 (0.90) + 17 (0.09) = 4.198
CI =
Untuk n = 4, maka RI = 0.90 (dari tabel Randomly
Generated C.I), sehingga :
CR =
Tabel 2. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 2
(Pengetahuan)
|
BU
|
BP
|
Bobot Normalisasi
|
BU
|
1
|
3
|
0.75
|
BP
|
1/3
|
1
|
0.25
|
Total
|
1.33
|
4
|
|
Eigen Value : lmax = 1.33 (0.75) + 4 (0.25)
= 1.9975
Karena untuk n = 2,
mempunyai nilai RI = 0, maka CR dianggap juga sama dengan nol (diterima)
|
I
|
R
|
E
|
Bobot Normalisasi
|
I
|
1
|
3
|
1
|
6.428
|
R
|
1/3
|
1
|
5
|
0.364
|
E
|
1
|
1/5
|
1
|
0.206
|
Total
|
2.33
|
4.2
|
7
|
|
Eigen Value : lmax = 2.33 (0.428) +
4.2 (0.364) + 7 (0.206) = 3.968
CI =
Cr =
Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 3
Kemampuan
|
A
|
B
|
C
|
Bobot
Normalisasi
|
A
|
1
|
2
|
3
|
0.540
|
B
|
½
|
1
|
2
|
0.297
|
C
|
1/3
|
½
|
1
|
0.163
|
lmax = 3.609
CI = 0.005
CR = 0.008
(Diterima)
Pengetahuan
|
A
|
B
|
C
|
Bobot
Normalisasi
|
A
|
1
|
1/5
|
½
|
0.106
|
B
|
5
|
1
|
7
|
0.745
|
C
|
2
|
1/7
|
1
|
0.150
|
lmax = 3.119
CI = 0.059
CR = 0.10
(Diterima)
Begitu juga untuk motivasi
dan kepribadian.
Karena pada MPB Level I diketahui bahwa bobot motivasi dan
kepribadian cukup kecil, maka hal tersebut bisa diabaikan dengan menyesuaikan
bobot total kembali.
Penyesuaian bobot dari KD =
Penyesuaian bobot dari P =
Rangking kandidat secara
keseluruhan akan diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4. Ranking Total Kandidat
|
Kemampuan
(0.67)
|
Pengetahuan
(0.33)
|
Bobot
Total
|
Rangking
|
Kandidat
A
|
0.540
|
0.106
|
0.395
|
2
|
Kandidat
B
|
0.297
|
0.745
|
0.444
|
1*
|
Kandidat
C
|
0.163
|
0.150
|
0.159
|
3
|
6. KESIMPULAN
Kegiatan
seleksi untuk tenaga akademik merupakan hal yang strategis khususnya ketika
pihak manajemen perguruan tinggi mensyaratkan beberapa faktor yang bersifat
kualitatif (subjektif). Dengan metode AHP, maka faktor-faktor subjektif tersebut dapat diakomodasi secara fair, sehingga hasil dari seleksi akan
dapat dipertanggungjawabkan.
Appendix :
Langkah Dasar Pada Model AHP
Struktur umum dari
pendekatan secara model AHP dapat dijelaskan dengan prosedur sebagai
berikut :
Langkah
1 : Tunjukkan kandidat yang akan diseleksi ( Ki,
1 £ I £ n ) kemampuannya.
Langkah
2 : Identifikasi faktor-faktor yang bersifat
intrinsik maupun ekstrinsik yang mungkin mempunyai dampak terhadap organisasi.
Untuk setiap dampak tersebut, lakukan identifikasi kriteria (Ci, 1 £ I £ m ) dan kuantifikasikan indikator-indikator
kriteria tersebut sebaik mungkin.
Langkah
3 : Kembangkan suatu struktur grafis dari problem
yang meliputi keseluruhan tujuan, faktor-faktor, kriteria dan
alternatif-alternatif keputusan sehingga grafis tersebut menunjukkan hirarki
untuk problem tersebut.
Langkah
4 : Berikan bobot untuk masing-masing alternatif
berdasarkan kepentingan relatifnya terhadap masing-masing kriteria keputusan.
Hal ini dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan dari alternatif
berdasarkan kriteria keputusan.
Suatu skala tipikal untuk perbandingan berpasangan
yang digunakan untuk mempersiapkan elemen matriks perbandingan berpasangan Mk ij untuk masing-masing kriteria Ck (dimana
Ak ij dievaluasi ketika Ai dibandingkan dengan Aj. Format umum dari matriks
perbandingan berpasangan ditunjukkan pada tabel.
Langkah
5 : Bila matriks perbandingan telah dibuat untuk
kriteria Ck, maka normalisasi prioritas dilakukan dengan cara :
a. Jumlahkan nilai dari
masing-masing kolom Ak.
b. Bagi masing-masing elemen dalam
kolom dengan total nilai kolom sehingga menghasilkan matriks perbandingan
berpasangan yang dinormalisasi.
c. Hitung rata-rata elemen setiap
baris dari matriks perbandingan dinormalisasi sehingga menghasilkan estimasi
vektor alternatif PM k1 menunjukkan prioritas untuk alternatif A1 dalam
hubungannya dengan kriteria Ck.
Langkah
6 : Sebagai tambahan dari perbandingan
berpasdangan dari n alternatif, gunakan prosedur perbandingan berpasangan yang
sama untuk menunjukkan prioritas semua kriteria sehingga menunjukkan tingkat
kepentingannya terhadap keseluruhan tujuan,
organisasi notasikan Lij sebagai masing-masing elemen dari hasil perbandingan
berpasangan.
Langkah
7 : Vektor prioritas PL disintesa sama dengan
langkah 5 (Pli menunjukkan prioritas untuk kriteria Ci.
Langkah
8 : Hitung prioritas keseluruhan untuk alternatif
Ai yang dinotasikan dengan Pi sebagai berikut :
Pi = M k 1 x
Langkah
9 : Pilih alternatif yang mempunyai prioritas
terbesar.
DAFTAR PUSTAKA
Permadi,
Bambang S, SE, PAU – EK – UI, 1992.
Davies
G S , Structural Control in Graded Manpower System, Management Science, 1973.
20(1), 115 – 119
Golden
B L , Wasil E A and Levy D E, Application of AHP : A Categorised, Annoted
Bibliography : In : The AHP Application and Status (Eds: Bruu G, Wasil E and
Harker P) , Springer Verlag, 2989, Berlin 37 – 48
Keith
R, managerial Manpower Planning-A Systematic Approach, Long Range Planning,
1977, April 21 – 30
Mohanty
R P, Human Resources Systems: Some Value Analysing Decisions, International
Journal of Management, 1984, 5(2), 11 – 18
Mohanty
R P, Systems Modelling for Integrated Manpower Planning In Organizations,
Industrial Engineering Journal 1981, Dec, 45 – 49.
Langganan:
Postingan (Atom)