Jumat, 28 September 2012

MENGENANG BIREUEN SEBAGAI IBUKOTA REPUBLIK INDONESIA

"Walau hanya seminggu, Bireuen pernah menjadi ibukota Republik Indonesia yang ketiga setelah Yogyakarta dan Bukittinggi jatuh ke tangan penjajah dalam agresi kedua Belanda. Namun sayangnya fakta sejarah itu tidak pernah tercatat dalam sejarah Kemerdekaan RI. Sebuah benang merah sejarah yang terputus"

Pendopo/Meuligo Bireuen.
Sekilas, tidak ada yang terlalu istimewa di Pendopo Bupati Kabupaten Bireuen tersebut. Hanya sebuah bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah adat Aceh. Namun siapa nyana, dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah perjuangan kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Malah,di sana pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno.

Kedatangan presiden pertama RI itu ke Bireuen memang sangat fenomenal. Waktu itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalam waktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda. Presiden pertama Soekarno yang ketika itu berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen,yang relatif aman. Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpang pesawat udara Dakota. Pesawat udara khusus yang dipiloti Teuku Iskandar itu, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948.

Kedatangan rombongan presidendi sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh, atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu.

Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen yang membludak lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu mukadan mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah menguasaikembali Sumatera Timur(Sumatera Utara) sekarang.

Sabtu, 18 Agustus 2012

PERANG ACEH DI KUTA GLEE BATEE ILIEK BIREUEN

Teungku Cut Sa’id yang ato prang, ato rakan kameuteuntee
Dalam kuta gle yang that meuceuhu, Yang to bak u dum meuribee
Dalam kuta gle yang that meusigak, Ateuh seulambak le that guree
Kafe dum jiplueng keudeh u laot/ Geulet di likot meuree-ree...

Itu sepenggal syair Aceh tentang kisah Kuta Gle. Bukit itu bekas benten pertahanan pejuang Aceh, dan selama 30 tahun mampu bertahan melawan Belanda. Benteng itu adalah bukit yang terletak bagian hulu sungai Batee Iliek Samalanga, perbatasan Pidie Jaya-Bireuen. Cerita tentang seorang pahlawan pimpinan perang Kuta Gle Tgk. Cut Sa’id. Juga digambarkan bagaimana serdadu Belanda kalah telak menghadapi ketangguhan pejuang Aceh di Samalanga.

Samalanga ketika itu termasuk wilayah otonom yang diberi kuasa penuh oleh Sulthan Aceh kepada raja Teuku Chik Bugis, tapi dalam menjalankan pemerentahan Teuku Chik Bugis mempercayakan pada seorang tokoh wanita bernama Pocut Meuligoe. Mendengar nama kedua tokoh ini saja, Belanda keder karena keberanian mereka. Belanda sendiri ingin menguasai Samalanga karena wilayah ini sangat strategis dan maju dalam bidang perdagangan.

Ketika Van Der Heijden diangkat Pemerintah Hindia Belanda menjadi Gubernur/Panglima Perang untuk Aceh, sasaran pertamanya adalah menaklukkan Samalanga. Tahun 1876 Van Heijden menyerang Samalanga dengan mengerahkan kekuatan tiga Batalion tentara. Tiap Batalion terdiri tiga Kompi yang masing-masing kompi berjumlah 150 pasukan. Namun sekian kali mereka menyerang, tak berhasil menguasai Samalanga. Serdadu Belanda mati, termasuk seorang Letnan bernama Aj. Richello yang dipancung kepalanya oleh seorang ulama besar Haji Ahmad. Namun ulama ini juga syahid dalam agresi pertama Belanda ke Samalanga.

Pejuang Samalanga tak dapat dikalahkan, maka tahun 1877 Belanda kembali menyusun kekuatan menyerbu dengan melibatkan tiga Batalion tentara, pasukan marenir dan pasukan meriam ditambah 900 orang hukuman yang diikutkan dalam penyerangan. Setelah sebulan pertempuran, Belanda hanya bisa menguasai Blang Temulir dekat kota Samalanga. Ratusan serdadu colonial mati, dan Van Der Heijden sendiri luka berat, bahkan mata kirinya mengalami kebutaan akibat terkena peluru pasukan Aceh. Ini kemudian si Belanda Van Der Haijden disebut orang Aceh dengan nama Jendral buta siblsah.

Raja Samalanga Teuku Chik Bugis dan Pocut Meuligoe masih berkuasa penuh, meskipun Belanda sudah menguasai. Belanda tidak berani mendekati bentenguta Gle Batee Iliek. Seperti ditulis Paul Van ‘T Veer dalam bukunya De Atjeh Oorloq (Perang Aceh: 1985) mencatat, Benteng Kuta Gle Batee Iliek adaah pusat perlawanan Aceh yang sangat tangguh bagi Belanda. Dan Batee Iliek sendiri adalah sebuah “dusun kramat” dan pemukiman para ulama yang sangat fanatik dalam menentang perluasan kekuasaan Belanda.

Satu ketika setelah tiga tahun Samalanga sepi dari peperangan, taba-tiba tanggal 30 Juni 1880, Letna Van Woortman dengan 65 orang pasukannya mencoba menyusup ke Bneteng Kuta Gle Batee Iliek. Namun sampai di Cot Meureak (kira-kita sekitar 2 Km ke arah Utara Betee Iliek) ke 65 pasukan Belanda itu di hadang oleh gerilia pasukan Aceh.

Dalam insiden itu banyak serdadu Belanda mati dan terluka parah. Peristiwa ini segera disampaikan ke Banda Aceh sehingga. Gubernur Van Der Heijden berang karena serdadunya kalah. Maka tanggl 13 Juli 1880, Van Der Heijden kembali mengirimkan ekspedisinya secara besar-besaran ke Samalanga untuk menyerang Banteng Kuta Gle Betee Iliek.

Ekpedisi ini Belanda mengerahkan satu kompi Belanda, 1 kompi Inlander dari Batalion 14 dan 1 kompi Ambon dari Batalion 3, serta 1 kompi garnizun dari Batalion campuran, juga dilengkapi 32 perwira dengan 1200 bawahannya diberangkatkan ke Samalanga. Dalam ekspedisi ini juga turut serta Panglima Tibang, bekas pembesar Sultan yang menyeleweng dengan Teuku Nyak Lehman sebagai juru bahasa dan penunjuk jalan bagi Belanda. 


Beberapa kali Belanda melakukan serbuan menaklukkan Kuta Gle Batee Iliek tidak berhasil. Belanda terpaksa memundurkan pasukannya ke Cot Meurak. Di sini sambil mereka istirahat dan menyusun strategi penyerangan kedua ke Kuta Gle, Belanda juga harus menguburkan mayat-mayat serdadu mereka. Tepatnya tanggal 17 Juli 1880, Belanda kembali menyerang Kuta Gle. Dalam serbuan kedua ini rupanya Teuku Chik Bugis (raja Samalanga) minta disertakan bersama dalam pasukan Belanda, dengan tujuan untuk menyesatkan arah pasukan Belanda hingga terjebak dengan pasukan Aceh dalam jumlah yang sangat besar.

Strategi Teuku Chik Bugis lagi-lagi mebuat serangan Belanda ke Kuta Gle Batee Iliek menjadi konyol. Belanda harus buru-buru mundur dan banyak sekali tentaranya yang tewas akibat dikibuli Teuku Chik Bugis. Hari itu juga Chik Bugis ditangkap olen Belanda dan dibawa ke Banda Aceh. Namun begitu, benteng Kuta Gle Batee Iliek tetap berdiri kokoh dengan kekuatan pasukan Aceh yang sangat ditakuti Belanda.

Benteng Kuta Gle Batee Iliek, tak pernah direbut. Itu sebabnya Paul Van ‘T Veer mencatat dalam bukunya “Perang Aceh” bahwa Batee Iliek adalah sebuah kampung kramat yang sangat sulit dihadapi oleh Belanda. Bidikan tembakan-tembakan marsose, ditangkis hebat para ahli Alquran (yang dimaksudkan Van ‘T Veer para ahli Al-Quran adalah para ulama pejuang Aceh) yang sangat lancar membuat serangan perang terhadap Belanda-selancar mereka membaca ayat-ayat Alquran, tulis Van ‘T Veer.

Setelah 30 tahun lebih Benteng Kuta Gle Batee Iliek bertahan dari serangan-serangan besar Belanda, pada tahun 1901 Jenderal Van Heutsz kembali memimpin ekspedisi barunya ke Batee Iliek. Sehari sebelum penyerangan Van Heutsz ke Batee Iliek ini, Van Heutsz lebih dulu merayakan Ultah ke 50 (tanggal 3 Februari 1901).

Untuk membakar semangat perang bagi serdadu Belanda, Van Heutsz, seorang tokoh legendaries perang Belanda Izaak Thenu sengaja mengubah sebuah syair khusus untuk perang Samalanga. Bunyinya: mari sobat, mari saudara Pergi perang di Samalanga, Mari kumpul bersuara Lalu menyanyi bersama-sama.

Namun ekspedisi ini berhasil dilumpuhkan, hingga Van Heutsz baru berhasil menaklukkan Kuta Gle Batee Iliek pada tahun 1904, setelah tiga tahun melakukan peperangan melawan pejuang Aceh di wilayah Batee Iliek. Bahkan menurut sebagian cerita sejarah yang difahami penduduk Samalanga, Van Heutsz sendiri tewas di Batee Iliek, yang kuburannya sekarang terdapat di atas bukit Betee Iliek tak jauh dari Benteng Kuta Gle.
(Divisi Pemberitaan Adelcom NGO).

SEJARAH BIREUEN (KOTA JUANG) DAN JULI

Asal Muasal Sebutan Bireuen 
Sebagai Kota Juang.

Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Disini kita secara jelas dapat melihat bahwa Pemerintah Republic Indonesia sudah berusaha menghapus sejarah kemerdekaan Republik ini, padahal jasa Aceh untuk kemerdikaan RI  merupakan titik penentu, padahal tanpa Aceh, RI harus menghapus sejarahnya terhadap Proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Perlu saudara ketahui, kejadian ini tidak pernah ada dalam catatan/tersurat dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, padahal jika Pemerintah Indonesia menyadari bahwa tanpa adanya perjuangan bangsa Aceh maka catatan Proklamasi kemerdekaan Rebublik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak pernah bermakna.

Memang diakui atau tidak, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Perjalanan sejarah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh dipusatkan di Bireuen.Di bawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef berkedudukan di Bireuen. Pendopo Bupati Bireuen sekarang adalah sebagai kantor DivisiX dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai “Kota Juang”.

Kemiliteran Aceh yang sebelumnya di Kutaradja, kemudian dipusatkan di Juli Keude Dua (Sekitar tiga kilometer jaraknya sebelah selatan Bireuen-red) di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel HusseinJoesoef, yang membawahi Komandemen Sumatera, Langkat danTanah Karo. Dipilihnya Bireuen sebagaipusat kemiliteran Aceh, lantaran letaknya yang sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.

Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatera yang bermarkas di Juli Keudee Dua, Bireuen, itu silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank dibawah pimpinan Letnan Yusuf Ahmad, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Letnan Yusuf Tank. Sekarang dia sudah Purnawirawan dan bertempat tinggal di Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Menurut Yusuf Tank, waktu itu pasukan Divisi X mempunyai puluhan unit mobil tank. Peralatan perang itu merupakan hasil rampasan tank tentara Jepang yang bermarkas di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen.

Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area pada masa agresi Belanda pertama dan kedua tahun 1947-1948. Juli Keude Dua juga memiliki nilai historis kemiliteran penting dalam mempertahakan Republik. Terutama di zaman Revolusi 1945. Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht), yakni untuk mendidik perwira-perwira yang tangguh di pusatkan di Juli Keude Dua Kabupaten Bireuen, Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht) di Keude dua Juli inilah sebagai cikal bakal AKABRI sekarang.

Minggu, 01 April 2012

Apa itu AHP (Analytic Hierarchy Process) ?

       AHP ini merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk membuat keputusan dengan berbagai kriteria dan menyusunnya menjadi sebuah hirarki. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan masalah komplek yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Kemudian tingkat kepentingan tingkat variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti pentingnya secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.



Langkah-langkah dalam menggunakan AHP adalah sebagai berikut:

  1. Memecah masalah menjadi kriteria dan sub kriteria.
  2. Memberi bobot pada setiap kriteria 
  3. Membandingkan semua alternatif yang ada berdasarkan kriteria 
  4. Memilih alternatif yang paling tepat

Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk Memilih Cewek


Keputusan akan menjadi sulit ketika ada banyak kriteria pilihan dan tiap-tiap kriteria memiliki bobot yang berbeda. Udah gitu, kita masih dibingungkan dengan memilih satu yang terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Agar content tidak terasa garing, mari kita bahas bagaimana Parjono memilih cewek?


Parjono adalah pemuda desa yg culun namun cerdas, sehingga bisa masuk ITB. Setelah mendapat Mata Kuliah Sistem Pendukung Keputusan (SPK), dia mempunyai strategi dalam memilih cewek.

Ada 3 kriteria cewek pilihannya
  1. Cantik : Parjono menilai kecantikan adalah modal utama, yang diliat dari wajah, kulit, serta body yg ehmmm.
  2. Humoris: Enak diajak bercanda, ngobrol juga nyambung.
  3. Cerdas : Parjono cukup ngeliat IQ-nya
Menurut Parjono, perbandingan bobot tiap kriteria berbeda dengan penjelasan sbb:
1. Cantik 2x lebih penting daripada Humoris.
2. Humoris 3x lebih penting daripada Cerdas.
3. Cantik 4x lebih penting daripada Cerdas.

Oh ya Parjono nampaknya agak bimbang (ga konsisten nih) dalam memberikan bobot pada no.3, seharusnya Cantik 6x lebih penting daripada cerdas berdasarkan kelipatan bobot no.1 & 2, tetapi gpp, justru inilah kelebihan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) untuk kriteria majemuk dengan metode AHP. AHP mampu membandingkan tiap pasang kriteria, meski bobotnya tidak konsisten.


Dari bobot yang sudah ditentukan, terbentuklah sebuah pairwise comparation matrix (PCM) atau matrik perbandingan berpasangan untuk tiap-tiap kriteria. Cara membacanya dimulai dari baris lalu dibandingkan dengan kolom, perhatikan warna lingkaran pada matrix.
  1. Merah, baris cantik dibanding kolom humoris = 2/1.
  2. Hitam, baris Humoris dibanding kolom Cerdas = 3/1.
  3. Biru, baris Cantik dibanding kolom cerdas = 4/1.
  4. Hijau, (kebalikan statemen ke-1), baris humoris dibanding kolom cantik = 1/2


Dari bentuk matrix tsb dikonversi ke pecahan (tidak harus, ini hanya untuk memudahkan), lalu dihitung eigen vektor-nya agar diperoleh aggregasi prioritas (urutan) dan bobot kepentingan tiap kriteria. Perhitungan konversi dari pairwise comparation matrix (PCM) menjadi Eigen Vektor akan dibahas tersendiri.



Kemudian Parjono mereview stok cewek-cewek yang sudah dia lakukan PDKT, yaitu: Fatima, Ningsih, Titin dan Veronika.


Kecantikan:
Fatima, meski namanya jadul, dia cantik, mirip Rianti Catwright. Fatima 2x lebih cantik dari Ningsih, 5x lebih cantik dari Rika, namun kalo diliat-liat dengan Veronika, kok sama ya!?. Ningsih lebih cantik 3x dari Rika, dan secara mengejutkan Parjono menilai Ningsih yang mirip Bunga Zaenal dan lebih manis sehingga nilainya 2x lebih cantik dibanding Veronika. Terakhir Rika yang paling pas-pasan kecantikannya hanya 1/4-nya Veronika.


Dari penilaian tersebut, maka terbentuk pairwise comparation matrix (PCM) kecantikan 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.


Ok, jangan bosan ya? Sudah mo selesai kok, lalu dinilai dari aspek komunikasinya, seberapa nyaman and gaul mereka kalo diajak ngobrol?

Humoris:
Fatima anak rumahan dan pendiam, 1/4 humorisnya dibanding Ningsih yang aktif di unit kegiatan mahasiswa, 1/6 humorisnya dibanding Veronika yg kuliah di jurusan SBM (Sekolah Bisnis Manajemen) ITB yg isinya anak-anak gaul n  borju, tetapi fatima 4x lebih humoris dibanding Rika. Rika pemurung.

Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.

Dari penilaian tersebut, maka terbentuk PCM humoris 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.


Bagaimana dengan kecerdasan? Parjono ga mau ribet, dia cek IQ tiap calon, langsung memperoleh prioritas serta bobot (seperti hasil eigen vektor) ada bentuk PCM.


Nilai IQ yang didapat lalu di total keseluruhan = 452, lalu membagi IQ tiap-tiap calon dengan 452, maka didapat bobot seperti Eigen Vector untuk Kecerdasan.


Ok, ketika semuanya didapat, maka terbentuklah hirarki seperti gambar di atas, sehingga langkah terakhir yang harus Parjono lakukan adalah menghitung prioritas serta bobotnya tiap-tiap calon secara ilmiah dan lebih presisi, bukan berdasarkan intuisi semata, namanya juga calon Insinyur. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Nilai = (bobot_cantik * nilai_calon_unt_kriteria_cantik) + 
        (bobot_humoris * nilai_calon_untuk_kriteria_humoris) + 
        (bobot_cerdas * nilai_calon_untuk_kriteria_cerdas)

Fatima   = (0,3196 * 0,1160)+ (0,5584 * 0,3790) + (0,1220  * 0,3110) = 0,3060
Ningsih  = (0,3196 * 0,2470)+ (0,5584 * 0,2900) + (0,1220  * 0,2390) = 0,2720
Rika     = (0,3196 * 0,0600)+ (0,5584 * 0,0740) + (0,1220  * 0,2120) = 0,0940
Veronika = (0,3196 * 0,5570)+ (0,5584 * 0,2570) + (0,1220  * 0,2480) = 0,3280

Dari perhitungan diperoleh hasil bahwa Veronika memiliki nilai tertinggi untuk agregasi /gabungan dari unsur kecantikan, humoris serta kecerdasan dengan score 0,3280 diikuti Fatima, Ningsih dan terakhir Rika. Akhirnya si Parjon memutuskan untuk memilih Veronika.

Lalu temannya nanya, "Piye Jon, hasile ??"
"Apa..?????! Tiga-tiganya nolak...?"

Flashback again
AHP merupakan sistem pendukung keputusan untuk kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an dan sejak itu mengalami beberapa revisi maupun pengembangan.

Tujuan dibuatnya AHP di antaranya:
  1. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang komplek atau tidak terstruktur.
  2. Mengatasi keputusan yang terdapat unsur rasionalitas dan intuisi sehingga dapat dikuantifikasi/dihitung.
  3. Dapat memilih yang terbaik dari banyak alternatif dari banyak kriteria dan sub-kriteria.


AHP biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di berbagai bidang antara lain:
  1. Bisnis dan Ekonomi : Keputusan di bidang investasi usaha.
  2. Marketing : Keputusan strategi pemasaran produk berdasarkan segment pasar tertentu.
  3. Industri : Keputusan untuk memilih mesin produksi.
  4. Government : Kebijakan jangka panjang pembangunan.
  5. Pendidikan  : Kebijakan  program pendidikan yang akan diterapkan.
  6. Dan masih banyak yang lain.
Sepengetahuan penulis, AHP banyak dijadikan metode/tool bagi mahasiswa untuk menyelesaikan TA/Skripsi maupun Thesis dengan mengkombinasikannya dengan metode lain. Beberapa jurusan perkuliahan yang menggunakan ini adalah jurusan Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, Matematika MIPA atau Terapan, Teknik Industri, Sistem Informasi serta Teknik informatika.

Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.

Pada kesempatan yang akan datang, penulis akan membuka kursus penjelasan teori lengkap dan teknis pembuatan software AHP sebagai Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan VB.Net/Java. Terima Kasih
 
Copy Paste dari : http://dtugasalgoritma.blogspot.com/2010/12/analytic-hierarchy-process-ahp.html

konsep metode AHP

Thomas L. Saaty pertama kali mengembangkan metode analytical hierarchy process (AHP) pada tahun 1980. Analisis ini ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan biasanya diterapkan bagi masalah-masalah terukur ataupun yang memerlukan penilaian (judgement). Beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam AHP adalah:

A. DEKOMPOSISI
Memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya hingga tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga kemudian didapat tingkatan dari persoalan tadi (hirarki).
Contoh hirarki dapat kita lihat dalam pengambilan beberapa alternatif keputusan, kita akan memulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif yang ada secara hirarki. Kemudian tingkat berikutnya terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tadi. Sedangkan yang terakhir pada tingkat puncak hirarki adalah fokus pada satu elemen saja secara menyeluruh.

B. PENILAIAN KOMPARATIF (COMPARATIVE JUDGEMENT)
Prinsip kedua ini berarti dengan membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkat di atasnya. Hasil penilaian ini lazim disajikan dalam bentuk perbandingan pairwise (pairwise comparison).
Pairwise comparison diimplementasikan dengan dua tahap:
1. Menentukan secara kualitatif kriteria mana yang lebih penting – misalnya mengurutkan ranking/peringkat.
2. Menggunakan masing-masing kriteria dengan bobot kuantitatif seperti peringkat yang memuaskan.
Proses pembanding dapat dikemukakan dengan penyusunan skala variabel. Dalam penyusunan skala kepentingan ini digunakan patokan table berikut ini.
Tabel 1. Skala Dasar
Tingkat Kepentingan
Definisi
1
3
5
7
9
2, 4, 6, 8
Reciprocal
· Sama pentingnya dengan yang lain.
· Moderat pentingnya dibanding yang lain.

Kuat pentingnya disbanding dengan yang lain.
· Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain.
· Ekstrim pentingnya disbanding yang lain.
· Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan.
· Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i.
Sumber: Saaty (1980)
Dua elemen yang sama penting akan menghasilkan angka 1, sedangkan pada dua elemen akan berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 2 kali lebih penting daripada elemen j, maka elemen j akan dinilai sebaliknya daripada elemen i, yaitu ½.
Jika terdapat 10 elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran 10 x 10. Jadi jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.
Contoh perbandingan mutu produk dengan matriks pairwise comparison dengan ukuran n x n (ditunjukkan dengan indikator vertikal dan horizontal).
matriks pairwise
 Sedangkan banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks adalah n (n-1)/2, karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen diagonal sama dengan 1.

C. URAIAN PRIORITAS (SYNTHESIS OF PRIORITY)
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen-vektornya untuk mendapatkan local priority. Kumpulan dari masing-masing local priority kemudian akan menghasilkan global priority.

Tabel 2. Local priority
Fokus
I
G
E
Prioritas
Inflasi (I)
1
½
¼
0,14
Local priority
Pertumbuhan (G)
2
1
½
0,29
Local priority
Kesempatan kerja (E)
4
2
1
0,57
Local priority

D. KONSISTENSI LOGIS (LOGICAL CONSISTENCY)
Maksudnya adalah bahwa proses yang dilakukan harus konsisten. Berikut ini contoh konsistensi logis pada AHP:
1. 
  Objek-objek serupa dikelompokkan dalam himpunan seragam
1.   Misalnya kategori â€Å“bulatâ€� adalah untuk bola dan kelereng, jika kategorinya adalah â€Å“rasaâ€�, maka yang masuk adalah manis, asin, ataupun pahit.
2.   Tingkat hubungan antara objek-objek berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya pada tingkat hubungan reciprocal ataupun tingkatan hubungan.
Langkah-Langkah Penggunaan AHP
1. – Identifikasi sistem
2. – Penyusunan hirarki
3. – Penyusunan matriks gabungan
4. – Pengolahan vertical
5. – Penghitungan vektor prioritas.
Sumber:
Maarif, M.S, Tanjung, H. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.

Copy Paste dari : http://213.134.46.67/asociaciones/Main;jsessionid=9D4F35DE89CBA6D350EE9127B907E281?ISUM_ID=Content&ISUM_SCR=linkServiceScr&ISUM_CIPH=IGBbthdM6ZLYWeBz6r%2Bi7qXBo89i8z07jifxubuyCUYYLXhauzJZcL4DrRTDb%2F6OyKLrDNYyJKnN%0AmHwhr4TPH1ciAvshcX9O&ISUM_ps408=1

APLIKASI AHP UNTUK SELEKSI TENAGA AKADEMIK






Arman Hakim Nasution


ABSTRAKSI

Tulisan ini mendiskusikan aplikasi AHP untuk seleksi tenaga akademik di Jurusan Teknik Industri ITS Seleksi tenaga akademik merupakan problem keputusan tidak terstruktur yang melibatkan multi atribut berupa kriteria-kriteria  yang ditentukan berdasarkan analisis pekerjaan yang akan dihadapi oleh tenaga akademik tersebut. Dengan menentukan kriteria-kriteria yang tepat maka diharapkan hasil seleksi tersebut dapat mendukung  pengembangan karir institusi pendidikan tersebut. Output yang dihasilkan oleh model ini adalah rangking pelamar yang terpilih sebagai calon tenaga akademik. Meskipun demikian, model ini hanya membantu pengambilan keputusan. Keputusan akhir tetap akan ditentukan oleh pengguna berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.


1. PENDAHULUAN

Dunia pendidikan memegang peranan yang semakin penting dalam era globalisasi dan pasar bebas yang akan dihadapi Indonesia beberapa tahun mendatang. Pada saatnya nanti, lulusan pendidikan tinggi kita akan bersaing dengan lulusan dari negara lain dalam memperebutkan kesempatan kerja di Indonesia dan sebaliknya. Suatu masalah besar akan terjadi bila lulusan negara lain dapat memenangkan persaingan di Indonesia, sedangkan lulusan dari dalam negeri tidak mempunyai kemampuan bersaing baik untuk kesempatan kerja didalam negeri sekalipun.
Kondisi yang akan dihadapi dimasa datang tersebut sangat perlu diantisipasi oleh dunia perguruan tinggi pada umumnya, dan Jurusan teknik Industri ITS pada khususnya. Salah satu cara antisipasi tersebut adalah dengan melakukan manajemen sumber daya pengajar (dosen) sebagai salah satu unsur terpenting dalam sistem pendidikan. Manajemen sumber daya dosen dapat dikelompokkan menjadi empat  kegiatan utama, yaitu perencanaan seleksi dosen baru, penilaian selama masa percobaan, perencanaan pengembangan, dan promosi jabatannya.
Keempat kegiatan tersebut perlu dilakukan secara simultan dan berkesinambungan agar dapat diperoleh manfaat bersama untuk dua sisi, yaitu para dosen sebagai pribadi dan lembaga pendidikan tinggi sebagai suatu sistem pendidikan. Sebagai pribadi, kegiatan-kegiatan tersebut akan memacu para dosen dalam meningkatkan profesionalismenya sebagai tenaga akademik (peningkatan golongan dan jabatan akademik). Efek dari profesionalisme tersebut akan berimbas pada peningkatan status akreditasi Jurusan Teknik Industri - ITS  baik secara nasional maupun internasional.
Gupta, V.P dan Janakiram, Nanduri (1994 ) menyatakan peran penting dari disiplin Teknik Industri dalam perencanaan SDM untuk mengantisipasi perubahan yang cepat dari teknologi dan sistem kerja. Teknik Industri menjadi prasyarat bagi SDM untuk mendisain sistem kerja yang menjadi dasar bagi bergeraknya SDM.
Miie, Joshi M.N (1993) menekankan pentingnya pemikiran progresif dalam memenuhi kebutuhan SDM untuk mengantisipasi persaingan tingkat dunia. Persaingan tingkat dunia harus dilakukan dengan modernisasi teknik-teknik penggunaan material, modernisasi mesin dan sistem produksi, dan juga modernisasi MSDM secara bersama-sama. Pendekatan dalam modernisasi MSDM yang ditawarkan adalah perencanaan seleksi, penilaian, perencanaan karir/pengembangan, dan promosi.
Mohanty, R.P dan Deshmukh, S.G (1996) mendiskusikan aplikasi dari AHP dalam mengevaluasi tenaga kerja. Evaluasi tenaga kerja merupakan problem keputusan yang bersifat tidak terstruktur dan melibatkan multi atribut dari perbedaan level dalam organisasi dan perbedaan sumber lingkungan pergaulan organisasi. Kesemua multi atribut tersebut dicoba untuk diakomodasi dengan menerapkan AHP model untuk memberikan masukan bagi pihak manajemen untuk menghasilkan keputusan evaluasi yang tepat.


2. EVALUASI PROSES SELEKSI DENGAN ANALISA KUALITATIP

Proses keputusan seleksi dalam kenyataannya melibatkan beberapa kriteria bersifat kualitatip yang ditentukan oleh pengambil keputusan. Seringkali evaluasi dari proses keputusan-keputusan tersebut diatas merupakan problem yang tidak terstruktur. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

·         Kurangnya informasi yang lengkap mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja pada suatu lingkungan yang bersifat dinamis dan tidak pasti
·         Sedikitnya ketersediaan data kuantitatif yang disebabkan karena sistem tersebut masih dalam tahap perkembangan dan pembelajaran.
·         Adanya multi atribut yang terlibat dalam keputusan evaluasi, dimana seringkali saling konflik dan kadang-kadang saling melengkapi. Yang lebih menyulitkan, atribut yang demikian tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan unit pengukuran yang umum dan beberapa atribut merefleksikan aspek-aspek psikologis seperti pertimbangan-pertimbangan kualitatif.

Melihat semua alasan tersebut, problem dalam seleksi, penilaian seringkali didasarkan secara subjektif dan adokrasi dari pengambil keputusan. Simon, H.A. (1960) menyatakan dalam bukunya “New Science  Of Management Decision” bahwa seringkali pengambil keputusan menggunakan prinsip “bounded rationality”  untuk sepragmatis mungkin dalam mencapai tujuan organisasi pada kondisi terbatasnya informasi yang dibutuhkan.
Suatu penggunaan metode MCDM akan dicoba untuk diterapkan khususnya untuk proses seleksi. Hal ini disebabkan karena proses seleksi merupakan suatu bentuk evaluasi awal yang harus seobjektif mungkin dan memberikan manfaat dengan mengakomodasi multi atribut untuk tujuan organisasi. Dengan kata lain, proses seleksi ini, yang diikuti oleh penilaian personel selama masa uji coba, pengembangan personel dan perencanaan karir  harus memberikan manfaat dengan menempatkan orang yang tepat , pada tempat yang tepat, pada pekerjaan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan biaya yang tepat. 

3. MODEL KEPUTUSAN BANYAK KRITERIA (MCDM)
Problem MCDM mempunyai beberapa elemen khusus sebagai berikut :
·         Pernyataan dari problem
·         Suatu set dari alternatif yang layak
·         Suatu set kriteria
·         Suatu skala estimasi
·         Suatu pemetaan dari alternatif fisibel dengan skala estimasinya
·         Sistem preferensi dari pengambil keputusan
·         Aturan keputusan

Problem–problem dasar yang muncul dalam penyusunan model tersebut disebabkan oleh sulitnya mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam banyak kasus, karakteristik kriteria dari alternatif juga tidak lengkap ataupun tidak diketahui, beberapa atau seluruh skala-skala kriteria belum dibentuk, estimasi-estimasi dalam ukuran skala kriteria belum diperoleh untuk seluruh alternatif, dan aturan keputusan belum dibentuk untuk memperoleh  urutan-urutan keputusan yang diperlukan. Kesemuanya ini menjadikan formulasi model MCDM merupakan suatu prosedur  yang bersifat kompleks, dan ketepatan modelnya harus dinilai dalam konteks aplikasi praktis untuk situasi tersebut.
Dalam sudut pandang tersebut, maka  Saaty, Thomas  (1968) mengembangkan metode AHP yang memungkinkan pengambil keputusan menyatakan interaksi multi faktor dalam situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. Proses dalam metode ini mengharuskan pengambil keputusan untuk mengembangkan struktur hirarki (berjenjang untuk faktor-faktor yang secara eksplisit diberikan pada problem yang diberikan dan menentukan keputusan tentang kepentingan relatif dari masing-masing faktor terhadap faktor lainnya, dimana hasil akhirnya adalah untuk menentukan preferensi dari masing-masing alternatif keputusan. AHP akan menghasilkan urutan ranking prioritas yang mengindikasikan keseluruhan preferensi untuk masing-masing alternatif keputusan. Keunggulan AHP dibandingkan metode MCDM lain (misal : Keputusan Multi Objektif) adalah bahwa AHP didesain untuk memasukkan faktor-faktor tangiabel sebagaimana faktor-faktor non-tangiabel, khususnya pada kondisi dimana pendapat subjektif dari individu-individu yang berbeda merupakan bagian penting dari proses keputusan. Ketika membentuk hirarki, pengambil keputusan perlu memasukkan detail-detail faktor dan atribut yang relevan dalam menyatakan problem selengkap mungkin

4. PROSES HIERARKI ANALITIS (AHP)

Pendekatan umum AHP adalah mendekomposisi seluruh masalah menjadi sub masalah yang lebih kecil sehingga masing – masing sub masalah tersebut dapat dianalisa dan diselesaikan secara tepat berdasarkan data dan informasi yang praktis. Tujuan dari pendekomposisian seluruh masalah menjadi beberapa tingkatan adalah untuk mencari perbandingan berpasangan seluruh elemen yang berhubungan. Proses penyelesaian secara AHP terdiri dari tiga tahapan :

1.      Penentuan derajat kepentingan masing – masing atribut
2.      Penentuan derajat kepentingan dari masing-masing alternatif dalam hubungannya dengan masing – masing atribut
3.      Penentuan prioritas bobot keseluruhan untuk masing – masing alternatif

Langkah manual dari model AHP dijelaskan pada Lampiran.

5. ILUSTRASI

Untuk menggambarkan mekanisme kerja model AHP, anggaplah ada satu masalah sederhana dari evaluasi seleksi yang melibatkan tiga kandidat (A, B, dan C) yang akan dievaluasi dalam beberapa kriteria. Gambar 1 menunjukkan skema format dari contoh problem hirarki, dimana pada level pertama merupakan keseluruhan tujuan untuk menilai kandidat terbaik yang ada. Level kedua menunjukkan beberapa kriteria seperti kemampuan, pengetahuan, motivasi, dan kepribadian yang akan menentukan hasil dari tujuan keseluruhan pada level pertama. Level ketiga menunjukkan bahwa kita mempunyai sub kriteria untuk masing – masing kriteria pada l pada level kedua, yaitu : intelegensi, riset, dan eksplanasi untuk kemampuan, dan bidang utama serta bidang penunjang untuk kriteria pengetahuan. Level keempat menunjukkan bahwa kita mempunyai tiga alternatif kandidat (A, B, C) yang perlu dievaluasi seleksinya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Gambar 1 menunjukkan struktur model AHP yang meliputi tujuan dan kriteria – kriteria yang digunakan untuk evaluasi seleksi






Gambar 1. Struktur Hirarki AHP Model Seleksi Tenaga Akademik.

Tabel 1 memberikan suatu perbandingan berpasangan dari masing – masing atribut dengan menggunakan prosedur yang dijelaskan pada Lampiran. Terlihat disini, bahwa Kemampuan merupakan atribut terpenting (prioritas = 0,582), diikuti oleh  Pengetahuan (prioritas = 0,279). Tabel 2 – 4 menunjukkan hasil perbandingan berpasangan dari para kandidat (A, B, C) untuk masing – masing atribut. Secara manual, model AHP ini dihitung sebagai berikut :

Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level I (Pengetahuan)


KD
P
Mo
KP
Bobot Normalisasi
KD
1
3
7
8
0.582
P
1/3
1
5
5
0.279
Mo
1/7
1/5
1
3
0.090
KP
1/8
1/5
1/3
1
0.050
Total
1.6
4.4
13.3
17



Eigen Value : lmax     =          1.6 ( 0.582) + 4.4 (0.279) + 13.3 (0.90) + 17 (0.09) = 4.198
                    CI     =  

Untuk n = 4, maka RI = 0.90 (dari tabel Randomly Generated C.I), sehingga :
CR =





Tabel 2.  Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 2 (Pengetahuan)


BU
BP
Bobot Normalisasi
BU
1
3
0.75
BP
1/3
1
0.25
Total
1.33
4


Eigen Value : lmax  = 1.33 (0.75) + 4 (0.25)
                                 = 1.9975


Karena untuk n = 2, mempunyai nilai RI = 0, maka CR dianggap juga sama dengan nol (diterima)



I
R
E
Bobot Normalisasi
I
1
3
1
6.428
R
1/3
1
5
0.364
E
1
1/5
1
0.206
Total
2.33
4.2
7


Eigen Value : lmax  =             2.33 (0.428) + 4.2 (0.364) + 7 (0.206) = 3.968
                    CI     =  
                    Cr     =  

Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 3


Kemampuan
A
B
C
Bobot Normalisasi
A
1
2
3
0.540
B
½
1
2
0.297
C
1/3
½
1
0.163

                  lmax  =   3.609
                  CI       =   0.005
                  CR      =   0.008 (Diterima)

Pengetahuan
A
B
C
Bobot Normalisasi
A
1
1/5
½
0.106
B
5
1
7
0.745
C
2
1/7
1
0.150

                  lmax  =   3.119
                  CI       =   0.059
                  CR      =   0.10 (Diterima)

Begitu juga untuk motivasi dan kepribadian.
          Karena pada MPB Level I diketahui bahwa bobot motivasi dan kepribadian cukup kecil, maka hal tersebut bisa diabaikan dengan menyesuaikan bobot total kembali.

Penyesuaian bobot dari KD =

Penyesuaian bobot dari P =

Rangking kandidat secara keseluruhan akan diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.  Ranking Total Kandidat


Kemampuan (0.67)
Pengetahuan (0.33)
Bobot Total
Rangking
Kandidat A
0.540
0.106
0.395
2
Kandidat B
0.297
0.745
0.444
1*
Kandidat C
0.163
0.150
0.159
3



6. KESIMPULAN

Kegiatan seleksi untuk tenaga akademik merupakan hal yang strategis khususnya ketika pihak manajemen perguruan tinggi mensyaratkan beberapa faktor yang bersifat kualitatif (subjektif). Dengan metode AHP, maka faktor-faktor subjektif  tersebut dapat diakomodasi secara fair, sehingga hasil dari seleksi akan dapat dipertanggungjawabkan.



Appendix : Langkah Dasar Pada Model AHP

Struktur umum dari  pendekatan secara model AHP dapat dijelaskan dengan prosedur sebagai berikut :

Langkah 1 :  Tunjukkan kandidat yang akan diseleksi ( Ki, 1 £ I £ n ) kemampuannya.

Langkah 2 :  Identifikasi faktor-faktor yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik yang mungkin mempunyai dampak terhadap organisasi. Untuk setiap dampak tersebut, lakukan identifikasi kriteria (Ci, 1 £ I £ m ) dan kuantifikasikan indikator-indikator kriteria tersebut sebaik mungkin.

Langkah 3 :  Kembangkan suatu struktur grafis dari problem yang meliputi keseluruhan tujuan, faktor-faktor, kriteria dan alternatif-alternatif keputusan sehingga grafis tersebut menunjukkan hirarki untuk problem tersebut.

Langkah 4 :  Berikan bobot untuk masing-masing alternatif berdasarkan kepentingan relatifnya terhadap masing-masing kriteria keputusan. Hal ini dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan dari alternatif berdasarkan kriteria keputusan.

Suatu skala tipikal untuk perbandingan berpasangan yang digunakan untuk mempersiapkan elemen matriks perbandingan berpasangan  Mk ij untuk masing-masing kriteria Ck (dimana Ak ij dievaluasi ketika Ai dibandingkan dengan Aj. Format umum dari matriks perbandingan berpasangan ditunjukkan pada tabel.

Langkah 5 :  Bila matriks perbandingan telah dibuat untuk kriteria Ck, maka normalisasi prioritas dilakukan dengan cara :

a.       Jumlahkan nilai dari masing-masing kolom Ak.
b.      Bagi masing-masing elemen dalam kolom dengan total nilai kolom sehingga menghasilkan matriks perbandingan berpasangan yang dinormalisasi.
c.       Hitung rata-rata elemen setiap baris dari matriks perbandingan dinormalisasi sehingga menghasilkan estimasi vektor alternatif PM k1 menunjukkan prioritas untuk alternatif A1 dalam hubungannya dengan kriteria Ck.

Langkah 6 :  Sebagai tambahan dari perbandingan berpasdangan dari n alternatif, gunakan prosedur perbandingan berpasangan yang sama untuk menunjukkan prioritas semua kriteria sehingga menunjukkan tingkat kepentingannya terhadap keseluruhan tujuan,  organisasi notasikan Lij sebagai masing-masing elemen dari hasil perbandingan berpasangan.

Langkah 7 :  Vektor prioritas PL disintesa sama dengan langkah 5 (Pli menunjukkan prioritas untuk kriteria Ci.

Langkah 8 :  Hitung prioritas keseluruhan untuk alternatif Ai yang dinotasikan dengan Pi sebagai berikut :


 

               Pi = M k 1 x


Langkah 9 :  Pilih alternatif yang mempunyai prioritas terbesar.















DAFTAR PUSTAKA
Permadi, Bambang S, SE, PAU – EK – UI, 1992.
Davies G S , Structural Control in Graded Manpower System, Management Science, 1973. 20(1), 115 – 119
Golden B L , Wasil E A and Levy D E, Application of AHP : A Categorised, Annoted Bibliography : In : The AHP Application and Status (Eds: Bruu G, Wasil E and Harker P) , Springer Verlag, 2989, Berlin 37 – 48
Keith R, managerial Manpower Planning-A Systematic Approach, Long Range Planning, 1977, April 21 – 30
Mohanty R P, Human Resources Systems: Some Value Analysing Decisions, International Journal of Management, 1984, 5(2), 11 – 18
Mohanty R P, Systems Modelling for Integrated Manpower Planning In Organizations, Industrial Engineering Journal 1981, Dec, 45 – 49.