Keputusan akan menjadi sulit ketika ada banyak kriteria pilihan dan tiap-tiap kriteria memiliki bobot yang berbeda. Udah gitu, kita masih dibingungkan dengan memilih satu yang terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Agar content tidak terasa garing, mari kita bahas bagaimana Parjono memilih cewek?
Parjono adalah pemuda desa yg culun  
namun cerdas, sehingga bisa masuk ITB. Setelah mendapat Mata Kuliah  
Sistem Pendukung Keputusan (SPK), dia mempunyai strategi dalam memilih  
cewek.
Ada 3 kriteria cewek pilihannya
- Cantik : Parjono menilai kecantikan adalah modal utama, yang diliat dari wajah, kulit, serta body yg ehmmm.
- Humoris: Enak diajak bercanda, ngobrol juga nyambung.
- Cerdas : Parjono cukup ngeliat IQ-nya
1. Cantik 2x lebih penting daripada Humoris.
2. Humoris 3x lebih penting daripada Cerdas.3. Cantik 4x lebih penting daripada Cerdas.
Oh ya Parjono nampaknya agak bimbang  
(ga konsisten nih) dalam memberikan bobot pada no.3, seharusnya Cantik  
6x lebih penting daripada cerdas berdasarkan kelipatan bobot no.1 & 
 2, tetapi gpp, justru inilah kelebihan Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
  untuk kriteria majemuk dengan metode AHP. AHP mampu membandingkan tiap
  pasang kriteria, meski bobotnya tidak konsisten.
Dari bobot yang sudah ditentukan, terbentuklah sebuah pairwise comparation matrix
  (PCM) atau matrik perbandingan berpasangan untuk tiap-tiap kriteria.  
Cara membacanya dimulai dari baris lalu dibandingkan dengan kolom,  
perhatikan warna lingkaran pada matrix.
- Merah, baris cantik dibanding kolom humoris = 2/1.
- Hitam, baris Humoris dibanding kolom Cerdas = 3/1.
- Biru, baris Cantik dibanding kolom cerdas = 4/1.
- Hijau, (kebalikan statemen ke-1), baris humoris dibanding kolom cantik = 1/2
Dari bentuk matrix tsb dikonversi ke  
pecahan (tidak harus, ini hanya untuk memudahkan), lalu dihitung eigen  
vektor-nya agar diperoleh aggregasi prioritas (urutan) dan bobot  
kepentingan tiap kriteria. Perhitungan konversi dari pairwise comparation matrix (PCM) menjadi Eigen Vektor akan dibahas tersendiri. 
Kemudian Parjono mereview stok cewek-cewek yang sudah dia lakukan PDKT, yaitu: Fatima, Ningsih, Titin dan Veronika.
Kecantikan:
Fatima, meski namanya jadul, dia  
cantik, mirip Rianti Catwright. Fatima 2x lebih cantik dari Ningsih, 5x 
 lebih cantik dari Rika, namun kalo diliat-liat dengan Veronika, kok 
sama  ya!?. Ningsih lebih cantik 3x dari Rika, dan secara mengejutkan 
Parjono  menilai Ningsih yang mirip Bunga Zaenal dan lebih manis 
sehingga  nilainya 2x lebih cantik dibanding Veronika. Terakhir Rika 
yang paling  pas-pasan kecantikannya hanya 1/4-nya Veronika.
Dari penilaian tersebut, maka terbentuk pairwise comparation matrix (PCM) kecantikan 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.
Ok, jangan bosan ya? Sudah mo selesai 
 kok, lalu dinilai dari aspek komunikasinya, seberapa nyaman and gaul  
mereka kalo diajak ngobrol?
Humoris:
Fatima anak rumahan dan pendiam, 1/4  
humorisnya dibanding Ningsih yang aktif di unit kegiatan mahasiswa, 1/6 
 humorisnya dibanding Veronika yg kuliah di jurusan SBM (Sekolah Bisnis 
 Manajemen) ITB yg isinya anak-anak gaul n  borju, tetapi fatima 4x 
lebih  humoris dibanding Rika. Rika pemurung.
Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.
Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.
Dari penilaian tersebut, maka  
terbentuk PCM humoris 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat  
prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.
Bagaimana dengan kecerdasan? Parjono ga mau ribet, dia cek IQ tiap calon, langsung memperoleh prioritas serta bobot (seperti hasil eigen vektor) ada bentuk PCM.
Nilai IQ yang didapat lalu di total keseluruhan = 452, lalu membagi IQ tiap-tiap calon dengan 452, maka didapat bobot seperti Eigen Vector untuk Kecerdasan.
Ok, ketika semuanya didapat, maka  
terbentuklah hirarki seperti gambar di atas, sehingga langkah terakhir  
yang harus Parjono lakukan adalah menghitung prioritas serta bobotnya tiap-tiap calon secara ilmiah dan lebih presisi, bukan berdasarkan intuisi semata, namanya juga calon Insinyur. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai = (bobot_cantik * nilai_calon_unt_kriteria_cantik) + 
        (bobot_humoris * nilai_calon_untuk_kriteria_humoris) + 
        (bobot_cerdas * nilai_calon_untuk_kriteria_cerdas)
Fatima   = (0,3196 * 0,1160)+ (0,5584 * 0,3790) + (0,1220  * 0,3110) = 0,3060
Ningsih  = (0,3196 * 0,2470)+ (0,5584 * 0,2900) + (0,1220  * 0,2390) = 0,2720
Rika     = (0,3196 * 0,0600)+ (0,5584 * 0,0740) + (0,1220  * 0,2120) = 0,0940
Veronika = (0,3196 * 0,5570)+ (0,5584 * 0,2570) + (0,1220  * 0,2480) = 0,3280
Dari perhitungan diperoleh hasil bahwa Veronika
  memiliki nilai tertinggi untuk agregasi /gabungan dari unsur  
kecantikan, humoris serta kecerdasan dengan score 0,3280 diikuti Fatima,
  Ningsih dan terakhir Rika. Akhirnya si Parjon memutuskan untuk memilih
  Veronika. 
Lalu temannya nanya, "Piye Jon, hasile ??"
"Apa..?????! Tiga-tiganya nolak...?"
Flashback again
AHP merupakan sistem pendukung keputusan untuk kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an dan sejak itu mengalami beberapa revisi maupun pengembangan.
Tujuan dibuatnya AHP di antaranya:
- Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang komplek atau tidak terstruktur.
- Mengatasi keputusan yang terdapat unsur rasionalitas dan intuisi sehingga dapat dikuantifikasi/dihitung.
- Dapat memilih yang terbaik dari banyak alternatif dari banyak kriteria dan sub-kriteria.
AHP biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di berbagai bidang antara lain:
- Bisnis dan Ekonomi : Keputusan di bidang investasi usaha.
- Marketing : Keputusan strategi pemasaran produk berdasarkan segment pasar tertentu.
- Industri : Keputusan untuk memilih mesin produksi.
- Government : Kebijakan jangka panjang pembangunan.
- Pendidikan : Kebijakan program pendidikan yang akan diterapkan.
- Dan masih banyak yang lain.
Sepengetahuan penulis, AHP banyak
  dijadikan metode/tool bagi mahasiswa untuk menyelesaikan TA/Skripsi  
maupun Thesis dengan mengkombinasikannya dengan metode lain. Beberapa  
jurusan perkuliahan yang menggunakan ini adalah jurusan Ekonomi, Bisnis 
 dan Manajemen, Matematika MIPA atau Terapan, Teknik Industri, Sistem  
Informasi serta Teknik informatika.
Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.
Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.
Pada kesempatan yang akan  
datang, penulis akan membuka kursus penjelasan teori lengkap dan teknis 
 pembuatan software AHP sebagai Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan VB.Net/Java. Terima Kasih
Copy Paste dari : http://dtugasalgoritma.blogspot.com/2010/12/analytic-hierarchy-process-ahp.html
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar