Minggu, 01 April 2012

Apa itu AHP (Analytic Hierarchy Process) ?

       AHP ini merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk membuat keputusan dengan berbagai kriteria dan menyusunnya menjadi sebuah hirarki. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan masalah komplek yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Kemudian tingkat kepentingan tingkat variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti pentingnya secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.



Langkah-langkah dalam menggunakan AHP adalah sebagai berikut:

  1. Memecah masalah menjadi kriteria dan sub kriteria.
  2. Memberi bobot pada setiap kriteria 
  3. Membandingkan semua alternatif yang ada berdasarkan kriteria 
  4. Memilih alternatif yang paling tepat

Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk Memilih Cewek


Keputusan akan menjadi sulit ketika ada banyak kriteria pilihan dan tiap-tiap kriteria memiliki bobot yang berbeda. Udah gitu, kita masih dibingungkan dengan memilih satu yang terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Agar content tidak terasa garing, mari kita bahas bagaimana Parjono memilih cewek?


Parjono adalah pemuda desa yg culun namun cerdas, sehingga bisa masuk ITB. Setelah mendapat Mata Kuliah Sistem Pendukung Keputusan (SPK), dia mempunyai strategi dalam memilih cewek.

Ada 3 kriteria cewek pilihannya
  1. Cantik : Parjono menilai kecantikan adalah modal utama, yang diliat dari wajah, kulit, serta body yg ehmmm.
  2. Humoris: Enak diajak bercanda, ngobrol juga nyambung.
  3. Cerdas : Parjono cukup ngeliat IQ-nya
Menurut Parjono, perbandingan bobot tiap kriteria berbeda dengan penjelasan sbb:
1. Cantik 2x lebih penting daripada Humoris.
2. Humoris 3x lebih penting daripada Cerdas.
3. Cantik 4x lebih penting daripada Cerdas.

Oh ya Parjono nampaknya agak bimbang (ga konsisten nih) dalam memberikan bobot pada no.3, seharusnya Cantik 6x lebih penting daripada cerdas berdasarkan kelipatan bobot no.1 & 2, tetapi gpp, justru inilah kelebihan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) untuk kriteria majemuk dengan metode AHP. AHP mampu membandingkan tiap pasang kriteria, meski bobotnya tidak konsisten.


Dari bobot yang sudah ditentukan, terbentuklah sebuah pairwise comparation matrix (PCM) atau matrik perbandingan berpasangan untuk tiap-tiap kriteria. Cara membacanya dimulai dari baris lalu dibandingkan dengan kolom, perhatikan warna lingkaran pada matrix.
  1. Merah, baris cantik dibanding kolom humoris = 2/1.
  2. Hitam, baris Humoris dibanding kolom Cerdas = 3/1.
  3. Biru, baris Cantik dibanding kolom cerdas = 4/1.
  4. Hijau, (kebalikan statemen ke-1), baris humoris dibanding kolom cantik = 1/2


Dari bentuk matrix tsb dikonversi ke pecahan (tidak harus, ini hanya untuk memudahkan), lalu dihitung eigen vektor-nya agar diperoleh aggregasi prioritas (urutan) dan bobot kepentingan tiap kriteria. Perhitungan konversi dari pairwise comparation matrix (PCM) menjadi Eigen Vektor akan dibahas tersendiri.



Kemudian Parjono mereview stok cewek-cewek yang sudah dia lakukan PDKT, yaitu: Fatima, Ningsih, Titin dan Veronika.


Kecantikan:
Fatima, meski namanya jadul, dia cantik, mirip Rianti Catwright. Fatima 2x lebih cantik dari Ningsih, 5x lebih cantik dari Rika, namun kalo diliat-liat dengan Veronika, kok sama ya!?. Ningsih lebih cantik 3x dari Rika, dan secara mengejutkan Parjono menilai Ningsih yang mirip Bunga Zaenal dan lebih manis sehingga nilainya 2x lebih cantik dibanding Veronika. Terakhir Rika yang paling pas-pasan kecantikannya hanya 1/4-nya Veronika.


Dari penilaian tersebut, maka terbentuk pairwise comparation matrix (PCM) kecantikan 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.


Ok, jangan bosan ya? Sudah mo selesai kok, lalu dinilai dari aspek komunikasinya, seberapa nyaman and gaul mereka kalo diajak ngobrol?

Humoris:
Fatima anak rumahan dan pendiam, 1/4 humorisnya dibanding Ningsih yang aktif di unit kegiatan mahasiswa, 1/6 humorisnya dibanding Veronika yg kuliah di jurusan SBM (Sekolah Bisnis Manajemen) ITB yg isinya anak-anak gaul n  borju, tetapi fatima 4x lebih humoris dibanding Rika. Rika pemurung.

Ningsih 4x humoris dibanding Rika, tetapi ga da apa2-nya dibanding Veronika, hanya 1/6x, karena veronika anaknya memang sok akrab, slengean dan ga serius. Parjono menilai rika hanya 1/5 humoris dibanding Veronika.

Dari penilaian tersebut, maka terbentuk PCM humoris 4 orang tadi. Dari matrix tsb didapat prioritas(urutan) dan bobotnya dengan menghitung eigen vector-nya.


Bagaimana dengan kecerdasan? Parjono ga mau ribet, dia cek IQ tiap calon, langsung memperoleh prioritas serta bobot (seperti hasil eigen vektor) ada bentuk PCM.


Nilai IQ yang didapat lalu di total keseluruhan = 452, lalu membagi IQ tiap-tiap calon dengan 452, maka didapat bobot seperti Eigen Vector untuk Kecerdasan.


Ok, ketika semuanya didapat, maka terbentuklah hirarki seperti gambar di atas, sehingga langkah terakhir yang harus Parjono lakukan adalah menghitung prioritas serta bobotnya tiap-tiap calon secara ilmiah dan lebih presisi, bukan berdasarkan intuisi semata, namanya juga calon Insinyur. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Nilai = (bobot_cantik * nilai_calon_unt_kriteria_cantik) + 
        (bobot_humoris * nilai_calon_untuk_kriteria_humoris) + 
        (bobot_cerdas * nilai_calon_untuk_kriteria_cerdas)

Fatima   = (0,3196 * 0,1160)+ (0,5584 * 0,3790) + (0,1220  * 0,3110) = 0,3060
Ningsih  = (0,3196 * 0,2470)+ (0,5584 * 0,2900) + (0,1220  * 0,2390) = 0,2720
Rika     = (0,3196 * 0,0600)+ (0,5584 * 0,0740) + (0,1220  * 0,2120) = 0,0940
Veronika = (0,3196 * 0,5570)+ (0,5584 * 0,2570) + (0,1220  * 0,2480) = 0,3280

Dari perhitungan diperoleh hasil bahwa Veronika memiliki nilai tertinggi untuk agregasi /gabungan dari unsur kecantikan, humoris serta kecerdasan dengan score 0,3280 diikuti Fatima, Ningsih dan terakhir Rika. Akhirnya si Parjon memutuskan untuk memilih Veronika.

Lalu temannya nanya, "Piye Jon, hasile ??"
"Apa..?????! Tiga-tiganya nolak...?"

Flashback again
AHP merupakan sistem pendukung keputusan untuk kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an dan sejak itu mengalami beberapa revisi maupun pengembangan.

Tujuan dibuatnya AHP di antaranya:
  1. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang komplek atau tidak terstruktur.
  2. Mengatasi keputusan yang terdapat unsur rasionalitas dan intuisi sehingga dapat dikuantifikasi/dihitung.
  3. Dapat memilih yang terbaik dari banyak alternatif dari banyak kriteria dan sub-kriteria.


AHP biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di berbagai bidang antara lain:
  1. Bisnis dan Ekonomi : Keputusan di bidang investasi usaha.
  2. Marketing : Keputusan strategi pemasaran produk berdasarkan segment pasar tertentu.
  3. Industri : Keputusan untuk memilih mesin produksi.
  4. Government : Kebijakan jangka panjang pembangunan.
  5. Pendidikan  : Kebijakan  program pendidikan yang akan diterapkan.
  6. Dan masih banyak yang lain.
Sepengetahuan penulis, AHP banyak dijadikan metode/tool bagi mahasiswa untuk menyelesaikan TA/Skripsi maupun Thesis dengan mengkombinasikannya dengan metode lain. Beberapa jurusan perkuliahan yang menggunakan ini adalah jurusan Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, Matematika MIPA atau Terapan, Teknik Industri, Sistem Informasi serta Teknik informatika.

Khusus pada mahasiswa S1 jurusan komputer seperti Sistem Informasi dan Teknik Informatika lebih ditekankan dalam pembuatan softwarenya, sedangkan jurusan lain cukup merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat model serta menguji validitasnya dengan software AHP seperti Super Decision dan Expert Choice.

Pada kesempatan yang akan datang, penulis akan membuka kursus penjelasan teori lengkap dan teknis pembuatan software AHP sebagai Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan VB.Net/Java. Terima Kasih
 
Copy Paste dari : http://dtugasalgoritma.blogspot.com/2010/12/analytic-hierarchy-process-ahp.html

konsep metode AHP

Thomas L. Saaty pertama kali mengembangkan metode analytical hierarchy process (AHP) pada tahun 1980. Analisis ini ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan biasanya diterapkan bagi masalah-masalah terukur ataupun yang memerlukan penilaian (judgement). Beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam AHP adalah:

A. DEKOMPOSISI
Memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya hingga tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga kemudian didapat tingkatan dari persoalan tadi (hirarki).
Contoh hirarki dapat kita lihat dalam pengambilan beberapa alternatif keputusan, kita akan memulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif yang ada secara hirarki. Kemudian tingkat berikutnya terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tadi. Sedangkan yang terakhir pada tingkat puncak hirarki adalah fokus pada satu elemen saja secara menyeluruh.

B. PENILAIAN KOMPARATIF (COMPARATIVE JUDGEMENT)
Prinsip kedua ini berarti dengan membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkat di atasnya. Hasil penilaian ini lazim disajikan dalam bentuk perbandingan pairwise (pairwise comparison).
Pairwise comparison diimplementasikan dengan dua tahap:
1. Menentukan secara kualitatif kriteria mana yang lebih penting – misalnya mengurutkan ranking/peringkat.
2. Menggunakan masing-masing kriteria dengan bobot kuantitatif seperti peringkat yang memuaskan.
Proses pembanding dapat dikemukakan dengan penyusunan skala variabel. Dalam penyusunan skala kepentingan ini digunakan patokan table berikut ini.
Tabel 1. Skala Dasar
Tingkat Kepentingan
Definisi
1
3
5
7
9
2, 4, 6, 8
Reciprocal
· Sama pentingnya dengan yang lain.
· Moderat pentingnya dibanding yang lain.

Kuat pentingnya disbanding dengan yang lain.
· Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain.
· Ekstrim pentingnya disbanding yang lain.
· Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan.
· Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i.
Sumber: Saaty (1980)
Dua elemen yang sama penting akan menghasilkan angka 1, sedangkan pada dua elemen akan berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 2 kali lebih penting daripada elemen j, maka elemen j akan dinilai sebaliknya daripada elemen i, yaitu ½.
Jika terdapat 10 elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran 10 x 10. Jadi jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.
Contoh perbandingan mutu produk dengan matriks pairwise comparison dengan ukuran n x n (ditunjukkan dengan indikator vertikal dan horizontal).
matriks pairwise
 Sedangkan banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks adalah n (n-1)/2, karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen diagonal sama dengan 1.

C. URAIAN PRIORITAS (SYNTHESIS OF PRIORITY)
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen-vektornya untuk mendapatkan local priority. Kumpulan dari masing-masing local priority kemudian akan menghasilkan global priority.

Tabel 2. Local priority
Fokus
I
G
E
Prioritas
Inflasi (I)
1
½
¼
0,14
Local priority
Pertumbuhan (G)
2
1
½
0,29
Local priority
Kesempatan kerja (E)
4
2
1
0,57
Local priority

D. KONSISTENSI LOGIS (LOGICAL CONSISTENCY)
Maksudnya adalah bahwa proses yang dilakukan harus konsisten. Berikut ini contoh konsistensi logis pada AHP:
1. 
  Objek-objek serupa dikelompokkan dalam himpunan seragam
1.   Misalnya kategori “bulat� adalah untuk bola dan kelereng, jika kategorinya adalah “rasa�, maka yang masuk adalah manis, asin, ataupun pahit.
2.   Tingkat hubungan antara objek-objek berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya pada tingkat hubungan reciprocal ataupun tingkatan hubungan.
Langkah-Langkah Penggunaan AHP
1. – Identifikasi sistem
2. – Penyusunan hirarki
3. – Penyusunan matriks gabungan
4. – Pengolahan vertical
5. – Penghitungan vektor prioritas.
Sumber:
Maarif, M.S, Tanjung, H. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.

Copy Paste dari : http://213.134.46.67/asociaciones/Main;jsessionid=9D4F35DE89CBA6D350EE9127B907E281?ISUM_ID=Content&ISUM_SCR=linkServiceScr&ISUM_CIPH=IGBbthdM6ZLYWeBz6r%2Bi7qXBo89i8z07jifxubuyCUYYLXhauzJZcL4DrRTDb%2F6OyKLrDNYyJKnN%0AmHwhr4TPH1ciAvshcX9O&ISUM_ps408=1

APLIKASI AHP UNTUK SELEKSI TENAGA AKADEMIK






Arman Hakim Nasution


ABSTRAKSI

Tulisan ini mendiskusikan aplikasi AHP untuk seleksi tenaga akademik di Jurusan Teknik Industri ITS Seleksi tenaga akademik merupakan problem keputusan tidak terstruktur yang melibatkan multi atribut berupa kriteria-kriteria  yang ditentukan berdasarkan analisis pekerjaan yang akan dihadapi oleh tenaga akademik tersebut. Dengan menentukan kriteria-kriteria yang tepat maka diharapkan hasil seleksi tersebut dapat mendukung  pengembangan karir institusi pendidikan tersebut. Output yang dihasilkan oleh model ini adalah rangking pelamar yang terpilih sebagai calon tenaga akademik. Meskipun demikian, model ini hanya membantu pengambilan keputusan. Keputusan akhir tetap akan ditentukan oleh pengguna berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.


1. PENDAHULUAN

Dunia pendidikan memegang peranan yang semakin penting dalam era globalisasi dan pasar bebas yang akan dihadapi Indonesia beberapa tahun mendatang. Pada saatnya nanti, lulusan pendidikan tinggi kita akan bersaing dengan lulusan dari negara lain dalam memperebutkan kesempatan kerja di Indonesia dan sebaliknya. Suatu masalah besar akan terjadi bila lulusan negara lain dapat memenangkan persaingan di Indonesia, sedangkan lulusan dari dalam negeri tidak mempunyai kemampuan bersaing baik untuk kesempatan kerja didalam negeri sekalipun.
Kondisi yang akan dihadapi dimasa datang tersebut sangat perlu diantisipasi oleh dunia perguruan tinggi pada umumnya, dan Jurusan teknik Industri ITS pada khususnya. Salah satu cara antisipasi tersebut adalah dengan melakukan manajemen sumber daya pengajar (dosen) sebagai salah satu unsur terpenting dalam sistem pendidikan. Manajemen sumber daya dosen dapat dikelompokkan menjadi empat  kegiatan utama, yaitu perencanaan seleksi dosen baru, penilaian selama masa percobaan, perencanaan pengembangan, dan promosi jabatannya.
Keempat kegiatan tersebut perlu dilakukan secara simultan dan berkesinambungan agar dapat diperoleh manfaat bersama untuk dua sisi, yaitu para dosen sebagai pribadi dan lembaga pendidikan tinggi sebagai suatu sistem pendidikan. Sebagai pribadi, kegiatan-kegiatan tersebut akan memacu para dosen dalam meningkatkan profesionalismenya sebagai tenaga akademik (peningkatan golongan dan jabatan akademik). Efek dari profesionalisme tersebut akan berimbas pada peningkatan status akreditasi Jurusan Teknik Industri - ITS  baik secara nasional maupun internasional.
Gupta, V.P dan Janakiram, Nanduri (1994 ) menyatakan peran penting dari disiplin Teknik Industri dalam perencanaan SDM untuk mengantisipasi perubahan yang cepat dari teknologi dan sistem kerja. Teknik Industri menjadi prasyarat bagi SDM untuk mendisain sistem kerja yang menjadi dasar bagi bergeraknya SDM.
Miie, Joshi M.N (1993) menekankan pentingnya pemikiran progresif dalam memenuhi kebutuhan SDM untuk mengantisipasi persaingan tingkat dunia. Persaingan tingkat dunia harus dilakukan dengan modernisasi teknik-teknik penggunaan material, modernisasi mesin dan sistem produksi, dan juga modernisasi MSDM secara bersama-sama. Pendekatan dalam modernisasi MSDM yang ditawarkan adalah perencanaan seleksi, penilaian, perencanaan karir/pengembangan, dan promosi.
Mohanty, R.P dan Deshmukh, S.G (1996) mendiskusikan aplikasi dari AHP dalam mengevaluasi tenaga kerja. Evaluasi tenaga kerja merupakan problem keputusan yang bersifat tidak terstruktur dan melibatkan multi atribut dari perbedaan level dalam organisasi dan perbedaan sumber lingkungan pergaulan organisasi. Kesemua multi atribut tersebut dicoba untuk diakomodasi dengan menerapkan AHP model untuk memberikan masukan bagi pihak manajemen untuk menghasilkan keputusan evaluasi yang tepat.


2. EVALUASI PROSES SELEKSI DENGAN ANALISA KUALITATIP

Proses keputusan seleksi dalam kenyataannya melibatkan beberapa kriteria bersifat kualitatip yang ditentukan oleh pengambil keputusan. Seringkali evaluasi dari proses keputusan-keputusan tersebut diatas merupakan problem yang tidak terstruktur. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

·         Kurangnya informasi yang lengkap mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja pada suatu lingkungan yang bersifat dinamis dan tidak pasti
·         Sedikitnya ketersediaan data kuantitatif yang disebabkan karena sistem tersebut masih dalam tahap perkembangan dan pembelajaran.
·         Adanya multi atribut yang terlibat dalam keputusan evaluasi, dimana seringkali saling konflik dan kadang-kadang saling melengkapi. Yang lebih menyulitkan, atribut yang demikian tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan unit pengukuran yang umum dan beberapa atribut merefleksikan aspek-aspek psikologis seperti pertimbangan-pertimbangan kualitatif.

Melihat semua alasan tersebut, problem dalam seleksi, penilaian seringkali didasarkan secara subjektif dan adokrasi dari pengambil keputusan. Simon, H.A. (1960) menyatakan dalam bukunya “New Science  Of Management Decision” bahwa seringkali pengambil keputusan menggunakan prinsip “bounded rationality”  untuk sepragmatis mungkin dalam mencapai tujuan organisasi pada kondisi terbatasnya informasi yang dibutuhkan.
Suatu penggunaan metode MCDM akan dicoba untuk diterapkan khususnya untuk proses seleksi. Hal ini disebabkan karena proses seleksi merupakan suatu bentuk evaluasi awal yang harus seobjektif mungkin dan memberikan manfaat dengan mengakomodasi multi atribut untuk tujuan organisasi. Dengan kata lain, proses seleksi ini, yang diikuti oleh penilaian personel selama masa uji coba, pengembangan personel dan perencanaan karir  harus memberikan manfaat dengan menempatkan orang yang tepat , pada tempat yang tepat, pada pekerjaan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan biaya yang tepat. 

3. MODEL KEPUTUSAN BANYAK KRITERIA (MCDM)
Problem MCDM mempunyai beberapa elemen khusus sebagai berikut :
·         Pernyataan dari problem
·         Suatu set dari alternatif yang layak
·         Suatu set kriteria
·         Suatu skala estimasi
·         Suatu pemetaan dari alternatif fisibel dengan skala estimasinya
·         Sistem preferensi dari pengambil keputusan
·         Aturan keputusan

Problem–problem dasar yang muncul dalam penyusunan model tersebut disebabkan oleh sulitnya mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam banyak kasus, karakteristik kriteria dari alternatif juga tidak lengkap ataupun tidak diketahui, beberapa atau seluruh skala-skala kriteria belum dibentuk, estimasi-estimasi dalam ukuran skala kriteria belum diperoleh untuk seluruh alternatif, dan aturan keputusan belum dibentuk untuk memperoleh  urutan-urutan keputusan yang diperlukan. Kesemuanya ini menjadikan formulasi model MCDM merupakan suatu prosedur  yang bersifat kompleks, dan ketepatan modelnya harus dinilai dalam konteks aplikasi praktis untuk situasi tersebut.
Dalam sudut pandang tersebut, maka  Saaty, Thomas  (1968) mengembangkan metode AHP yang memungkinkan pengambil keputusan menyatakan interaksi multi faktor dalam situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. Proses dalam metode ini mengharuskan pengambil keputusan untuk mengembangkan struktur hirarki (berjenjang untuk faktor-faktor yang secara eksplisit diberikan pada problem yang diberikan dan menentukan keputusan tentang kepentingan relatif dari masing-masing faktor terhadap faktor lainnya, dimana hasil akhirnya adalah untuk menentukan preferensi dari masing-masing alternatif keputusan. AHP akan menghasilkan urutan ranking prioritas yang mengindikasikan keseluruhan preferensi untuk masing-masing alternatif keputusan. Keunggulan AHP dibandingkan metode MCDM lain (misal : Keputusan Multi Objektif) adalah bahwa AHP didesain untuk memasukkan faktor-faktor tangiabel sebagaimana faktor-faktor non-tangiabel, khususnya pada kondisi dimana pendapat subjektif dari individu-individu yang berbeda merupakan bagian penting dari proses keputusan. Ketika membentuk hirarki, pengambil keputusan perlu memasukkan detail-detail faktor dan atribut yang relevan dalam menyatakan problem selengkap mungkin

4. PROSES HIERARKI ANALITIS (AHP)

Pendekatan umum AHP adalah mendekomposisi seluruh masalah menjadi sub masalah yang lebih kecil sehingga masing – masing sub masalah tersebut dapat dianalisa dan diselesaikan secara tepat berdasarkan data dan informasi yang praktis. Tujuan dari pendekomposisian seluruh masalah menjadi beberapa tingkatan adalah untuk mencari perbandingan berpasangan seluruh elemen yang berhubungan. Proses penyelesaian secara AHP terdiri dari tiga tahapan :

1.      Penentuan derajat kepentingan masing – masing atribut
2.      Penentuan derajat kepentingan dari masing-masing alternatif dalam hubungannya dengan masing – masing atribut
3.      Penentuan prioritas bobot keseluruhan untuk masing – masing alternatif

Langkah manual dari model AHP dijelaskan pada Lampiran.

5. ILUSTRASI

Untuk menggambarkan mekanisme kerja model AHP, anggaplah ada satu masalah sederhana dari evaluasi seleksi yang melibatkan tiga kandidat (A, B, dan C) yang akan dievaluasi dalam beberapa kriteria. Gambar 1 menunjukkan skema format dari contoh problem hirarki, dimana pada level pertama merupakan keseluruhan tujuan untuk menilai kandidat terbaik yang ada. Level kedua menunjukkan beberapa kriteria seperti kemampuan, pengetahuan, motivasi, dan kepribadian yang akan menentukan hasil dari tujuan keseluruhan pada level pertama. Level ketiga menunjukkan bahwa kita mempunyai sub kriteria untuk masing – masing kriteria pada l pada level kedua, yaitu : intelegensi, riset, dan eksplanasi untuk kemampuan, dan bidang utama serta bidang penunjang untuk kriteria pengetahuan. Level keempat menunjukkan bahwa kita mempunyai tiga alternatif kandidat (A, B, C) yang perlu dievaluasi seleksinya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Gambar 1 menunjukkan struktur model AHP yang meliputi tujuan dan kriteria – kriteria yang digunakan untuk evaluasi seleksi






Gambar 1. Struktur Hirarki AHP Model Seleksi Tenaga Akademik.

Tabel 1 memberikan suatu perbandingan berpasangan dari masing – masing atribut dengan menggunakan prosedur yang dijelaskan pada Lampiran. Terlihat disini, bahwa Kemampuan merupakan atribut terpenting (prioritas = 0,582), diikuti oleh  Pengetahuan (prioritas = 0,279). Tabel 2 – 4 menunjukkan hasil perbandingan berpasangan dari para kandidat (A, B, C) untuk masing – masing atribut. Secara manual, model AHP ini dihitung sebagai berikut :

Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level I (Pengetahuan)


KD
P
Mo
KP
Bobot Normalisasi
KD
1
3
7
8
0.582
P
1/3
1
5
5
0.279
Mo
1/7
1/5
1
3
0.090
KP
1/8
1/5
1/3
1
0.050
Total
1.6
4.4
13.3
17



Eigen Value : lmax     =          1.6 ( 0.582) + 4.4 (0.279) + 13.3 (0.90) + 17 (0.09) = 4.198
                    CI     =  

Untuk n = 4, maka RI = 0.90 (dari tabel Randomly Generated C.I), sehingga :
CR =





Tabel 2.  Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 2 (Pengetahuan)


BU
BP
Bobot Normalisasi
BU
1
3
0.75
BP
1/3
1
0.25
Total
1.33
4


Eigen Value : lmax  = 1.33 (0.75) + 4 (0.25)
                                 = 1.9975


Karena untuk n = 2, mempunyai nilai RI = 0, maka CR dianggap juga sama dengan nol (diterima)



I
R
E
Bobot Normalisasi
I
1
3
1
6.428
R
1/3
1
5
0.364
E
1
1/5
1
0.206
Total
2.33
4.2
7


Eigen Value : lmax  =             2.33 (0.428) + 4.2 (0.364) + 7 (0.206) = 3.968
                    CI     =  
                    Cr     =  

Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan pada Level 3


Kemampuan
A
B
C
Bobot Normalisasi
A
1
2
3
0.540
B
½
1
2
0.297
C
1/3
½
1
0.163

                  lmax  =   3.609
                  CI       =   0.005
                  CR      =   0.008 (Diterima)

Pengetahuan
A
B
C
Bobot Normalisasi
A
1
1/5
½
0.106
B
5
1
7
0.745
C
2
1/7
1
0.150

                  lmax  =   3.119
                  CI       =   0.059
                  CR      =   0.10 (Diterima)

Begitu juga untuk motivasi dan kepribadian.
          Karena pada MPB Level I diketahui bahwa bobot motivasi dan kepribadian cukup kecil, maka hal tersebut bisa diabaikan dengan menyesuaikan bobot total kembali.

Penyesuaian bobot dari KD =

Penyesuaian bobot dari P =

Rangking kandidat secara keseluruhan akan diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.  Ranking Total Kandidat


Kemampuan (0.67)
Pengetahuan (0.33)
Bobot Total
Rangking
Kandidat A
0.540
0.106
0.395
2
Kandidat B
0.297
0.745
0.444
1*
Kandidat C
0.163
0.150
0.159
3



6. KESIMPULAN

Kegiatan seleksi untuk tenaga akademik merupakan hal yang strategis khususnya ketika pihak manajemen perguruan tinggi mensyaratkan beberapa faktor yang bersifat kualitatif (subjektif). Dengan metode AHP, maka faktor-faktor subjektif  tersebut dapat diakomodasi secara fair, sehingga hasil dari seleksi akan dapat dipertanggungjawabkan.



Appendix : Langkah Dasar Pada Model AHP

Struktur umum dari  pendekatan secara model AHP dapat dijelaskan dengan prosedur sebagai berikut :

Langkah 1 :  Tunjukkan kandidat yang akan diseleksi ( Ki, 1 £ I £ n ) kemampuannya.

Langkah 2 :  Identifikasi faktor-faktor yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik yang mungkin mempunyai dampak terhadap organisasi. Untuk setiap dampak tersebut, lakukan identifikasi kriteria (Ci, 1 £ I £ m ) dan kuantifikasikan indikator-indikator kriteria tersebut sebaik mungkin.

Langkah 3 :  Kembangkan suatu struktur grafis dari problem yang meliputi keseluruhan tujuan, faktor-faktor, kriteria dan alternatif-alternatif keputusan sehingga grafis tersebut menunjukkan hirarki untuk problem tersebut.

Langkah 4 :  Berikan bobot untuk masing-masing alternatif berdasarkan kepentingan relatifnya terhadap masing-masing kriteria keputusan. Hal ini dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan dari alternatif berdasarkan kriteria keputusan.

Suatu skala tipikal untuk perbandingan berpasangan yang digunakan untuk mempersiapkan elemen matriks perbandingan berpasangan  Mk ij untuk masing-masing kriteria Ck (dimana Ak ij dievaluasi ketika Ai dibandingkan dengan Aj. Format umum dari matriks perbandingan berpasangan ditunjukkan pada tabel.

Langkah 5 :  Bila matriks perbandingan telah dibuat untuk kriteria Ck, maka normalisasi prioritas dilakukan dengan cara :

a.       Jumlahkan nilai dari masing-masing kolom Ak.
b.      Bagi masing-masing elemen dalam kolom dengan total nilai kolom sehingga menghasilkan matriks perbandingan berpasangan yang dinormalisasi.
c.       Hitung rata-rata elemen setiap baris dari matriks perbandingan dinormalisasi sehingga menghasilkan estimasi vektor alternatif PM k1 menunjukkan prioritas untuk alternatif A1 dalam hubungannya dengan kriteria Ck.

Langkah 6 :  Sebagai tambahan dari perbandingan berpasdangan dari n alternatif, gunakan prosedur perbandingan berpasangan yang sama untuk menunjukkan prioritas semua kriteria sehingga menunjukkan tingkat kepentingannya terhadap keseluruhan tujuan,  organisasi notasikan Lij sebagai masing-masing elemen dari hasil perbandingan berpasangan.

Langkah 7 :  Vektor prioritas PL disintesa sama dengan langkah 5 (Pli menunjukkan prioritas untuk kriteria Ci.

Langkah 8 :  Hitung prioritas keseluruhan untuk alternatif Ai yang dinotasikan dengan Pi sebagai berikut :


 

               Pi = M k 1 x


Langkah 9 :  Pilih alternatif yang mempunyai prioritas terbesar.















DAFTAR PUSTAKA
Permadi, Bambang S, SE, PAU – EK – UI, 1992.
Davies G S , Structural Control in Graded Manpower System, Management Science, 1973. 20(1), 115 – 119
Golden B L , Wasil E A and Levy D E, Application of AHP : A Categorised, Annoted Bibliography : In : The AHP Application and Status (Eds: Bruu G, Wasil E and Harker P) , Springer Verlag, 2989, Berlin 37 – 48
Keith R, managerial Manpower Planning-A Systematic Approach, Long Range Planning, 1977, April 21 – 30
Mohanty R P, Human Resources Systems: Some Value Analysing Decisions, International Journal of Management, 1984, 5(2), 11 – 18
Mohanty R P, Systems Modelling for Integrated Manpower Planning In Organizations, Industrial Engineering Journal 1981, Dec, 45 – 49.